rakyat.co – Salah satu polemik di ruang publik adalah soal kebocoran finansial dalam proyek-proyek pembangunan di
pemerintahan Joko Widodo.
Diletupkan Prabowo Subianto, capres nomor urut 02 yang menyebut 25% anggaran negara bocor. Kebocoran itu antara lain
disebabkan oleh maraknya mark-up yang dilakukan segelintir orang.
Dari APBN sekitar Rp2.000 triliun, potensi kehilangannya mencapai Rp500 triliun. Apa yang kemudian terjadi? Dengan segala upaya Jokowi membantah keras Prabowo. Menariknya, bahasa Jokowi bernuansa “mendung, murung”.
Jokowi kembali mempertanyakan tudingan kebocoran anggaran yang disampaikan Prabowo. Dia meminta Prabowo tak asal
menuding.
Bahkan, sebelumnya Jokowi juga telah meminta untuk melaporkan kebocoran anggaran itu ke KPK. Prabowo diminta
membawa dan menunjukkan bukti adanya kebocoran anggaran sebesar Rp500 triliun itu.
Bagi Capres nomor urut 01, Jokowi tampak sangat menikmati saat dia membantah Prabowo dan mengucapkan kata bocor
berkali-kali.
Maksudnya jelas mengkritik balik Prabowo. Begitu antusiasnya mantan pedagang mebel asal Solo ini, hingga dia terus
mengulang-ulang kata ‘bocor’, hingga 12 kali.
Bukan itu saja, repetisi itu dilakukan dengan tempo yang makin lama makin cepat dan nada kian tinggi. Ditambah sorak-
sorai yang kian membahana. Jokowi terlihat semakin bersemangat mengulang-ulang kata bocor.
Terlihat jelas sudah, sosok Jokowi tidak seperti yang dulu. Istilah kerennya Jokowi sudah kehilangan otentikasi.
Namun, KPK dengan Wantimpres menggelar pertemuan pada April 2017. Usai pertemuan, Ketua Wantimpres Sri Adiningsih menyebut ada kebocoran anggaran sebesar 20-40% berdasarkan data KPK.
Komisioner KPK Alexander Marwata yang ikut dalam pertemuan itu, justru merujuk ke korupsi e-KTP dengan menyebut kebocoran hampir 50 persen.
Celakanya, bantahan Jokowi justru bikin blunder bagi dirinya sendiri bukan? Sebab pendapat Prabowo dibenarkan
oleh Wapres Jusuf Kalla dan KPK.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK tak membantah pernyataan calon presiden nomor urut 02, Prabowo
Subianto, yang mengatakan anggaran negara mengalami kebocoran, namun jumlahnya tak mencapai 25%. Sementara KPK
menyebut hampir 50% bocor.
Memang Jokowi tidak menyebut nama saat mengulang-ulang kata bocor di hadapan alumni SMA se-Jakarta yang mendukungnya di Istora Senayan, Jakarta, Ahad, (10/2/2019).
Tapi, siapa pun pasti mahfum, bahwa dia tengah menyerang Prabowo Subianto, rivalnya dalam perebutan kursi Presiden 2019.
Aroma olok-olok yang menyengat dari adegan tadi. Juga, ada roman kepuasan penuh di wajah si pelaku. Membaca adegan di Istora Senayan tersebut wajar saja jika publik jadi kian prihatin.
Apa sebab? kualitas capres petahana ternyata cuma sampai di situ saja. Mengolok-olok lawan dengan wajah dilumuri rasa
puas yang total jelas menunjukkan mutu yang bersangkutan. Tidak ada substansi yang bisa dia sodorkan sebagai antitesa dari tesis yang diajukan lawan.
Setidaknya langkah paling jauh yang bisa Jokowi lakukan hanya bertanya: “datanya dari mana?” Dalam hal ini, ekonom senior Rizal Ramli yang juga Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu, menggarisbawahi bahwa para pendukung Jokowi ini hanya memiliki tiga hal sebagai Standard Operating Procedure (SOP).
Pertama, modal utamanya ngotot. Kedua kalau ngototnya selesai mereka minta mana datanya, faktanya. Giliran sudah dikasih data, mereka bilang itu hoax. Terakhir, sudah laporkan saja.
Sebelumnya Prabowo menyatakan 25% anggaran pemerintah bocor. Hal itu antara lain disebabkan oleh maraknya mark up yang dilakukan segelintir orang.
APBN sekitar Rp2.000 triliun, potensi kehilangannya mencapai Rp500 triliun. Prabowo mengatakan sebanyak 25% anggaran pemerintah Indonesia bocor. Salah satunya akibat dari maraknya penggelembungan harga yang dilakukan segelintir orang.
Anggaran Indonesia, kata Prabowo, berpotensi hilang Rp500 triliun. Dasar perhitungannya, 25% dari anggaran
negara Rp2.000 triliun.
Prabowo berjanji bila terpilih menjadi presiden akan memimpin pemerintahan yang bersih dari korupsi. Serta mengelola
kekayaan negara dengan baik.
Terkait dengan solusi untuk mengatasi kebocoran anggaran ini, solusi yang akan dilakukan Prabowo adalah menaikkan gaji
PNS agar mereka tidak dapat disogok dan melakukan korupsi.
“Maka dengan begitu pemerintah akan kuat, akan bersih. Kita akan kelola APBN, APBD dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Harus diakui bahwea Jokowi elektabilitasnya mandeg, stagnan dan serangan ofensif ke Prabowo adalah satu- satunya cara
untuk mengalahkan lawan politiknya itu.
Namun rakyat sudah tahu Jokowi gagal capai target ekonomi yakni cuman 5% dari janji kampanyenya sendiri 7 %, sementra daya beli rakyat ambruk dan ekonomi terus terpuruk.
Pada kondisi demikian, isu bocor anggaran pembangunan diharapkan kubu Jokowi bisa menepis Prabowo dan mengalahkannya. Namun sejarah nampak bersuara sebaliknya.
Tanda-tanda alam dan gejala petahana kehilangan pamor dan tidak lagi punya kharisma maupun mahkota karena ekonomi merosot, korupsi merajalela, penegakan hukum tebang pilih, serta rakyat inginkan perubahan secepatnya.
Nah, mungkin ini yang harus direnungkan petahana agar sadar diri dan berkaca bahwa yang abadi adalah perubahan itu sendiri.[*/1]