Tumbuhkan Kewirausahaan Bagi Disabilitas, Dirjen Rehsos Minta Balai Jadi Disable Center

Dirjen Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat

RAKYAT – Untuk menyesuaikan arah kebijakan strategi maupun program rehabilitasi sosial. Salah satunya melibatkan fungsi Balai Besar sebagai pusat layanan sosial bagi penyandang disabilitas.

Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menggelar Kegiatan Peningkatan
Kapasitas pegawai Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas (BBRVPD) Inten Suweno Cibinong, bertajuk Potensi Penyandang Disabilitas Dalam Memasuki Dunia Kerja di Garut, Jawa Barat, Kamis (17/9/2020).

“Berbagai penyesuaian dilakukan dan dipastikan mempunyai posisi strategis dalam memberikan pelayanan sosial. Perlu dilakukan diferensiasi fungsi peran pemerintah pusat (Kemensos) melalui Direktorat Teknis dengan Unit Pelaksana Teknis(UPT) Kemensos,” ujar Dirjen Rehabilitasi Sosil Harry Hikmat.

Sebuah layanan mempunyai sebuah pendekatan lebih luas, yaitu pendekatan keluarga, komunitas yang melibatkan LKS dan atau residensial berbasis manajemen kasus. Didukung dengan pemenuhan hidup layak, dukungan keluarga, terapi sosial psikologis, perawatan sosial, keterampilan dan kewirausahaan, perbaikan aksesibilitas itu semua dikerjakan oleh balai ke depan.

“Balai akan menjadi disable center, fungsinya tidak spesifik pada disabilitas tertentu dalam prakteknya secara faktual sudah multifungsi tetapi perlu diperkuat dari sisi aspek hukum. Makanya akan ada peraturan tentang asistensi rehabilitasi sosial yang optimalkan fungsi-fungsi keberadaan Balai. Hal ini merupakan tindaklanjut arahan Menteri Sosial Juliari P Batubara,” kata Harry.

Lebih lanjut, Harry menandaskan bahwa sebagai pusat layanan pusat, rujukan, pusat pengembangan sistem dan ini akan berjejaring dengan lembaga-lembaga Kesejahteraan Sosial, organisasi penyandang disabilitas, untuk melakukan aksi nyata di masyarakat.

Dirjen Rehabilitasi Sosial memaparkan soal potensi kewirausahaan bagi penyandang disabilitas. Ada persoalan mengenai kapabilitas dan persoalan vokasi atau skill. Perlu dipahami bahwa kapabilitas bukan berarti mereka tidak bisa inklusif dalam kehidupan sehari-hari.

Juga, membutuhkan akomodasi yang layak dengan alat bantu yang menjadi akomodasi termasuk lingkungan sekitarnya kalau dia melakukan mobilitas pastikan tersedia aksesibilitasnya, difasilitasi lingkungan yang ramah disabilitas.

“Soal kapabilitas yang bersangkutan bisa dilengkapi dengan alat bantu seperti alat bantu dengar, bagi
yang tuna rungu, ada kacamata baca, walker, kursi roda, alat bantu belajar, termasuk mobile audio, buku bicara tunanetra. Semua itu untuk melengkapi keterbatasan yang mereka miliki. Kalau vokasi atau skillnya masing- masing punya potensi yang kita petakan dan identifikasi,” katanya.

Kondisi tersebut dilakukan melalui serangkaian pelatihan yang variatif yang sesuai dengan kemampuan dasar dari vokasi serta karakteristik mereka. Untuk saat ini, cukup banyak penyandang disabilitas yang menjadi pengusaha. Beragam manfaat didapatkan agar mewujudkan disabilitas yang mandiri dan sejahtera.

“Banyak dari mereka berhasil dan merasakan manfaatnya serta memutus disabilitasnya supaya tidak
merasa terhambat. Dia bisa inklusif bermasyarakat secara ekonomi dia bisa sejahtera. Dia bisa menghidupi dirinya sendiri dan bisa menularkan. Fungsi Balai menjadi testimoni atau inspirator untuk disabilitas lain yang sudah sukses. Kita sering mengadakan acara dan menghadirkan best practice maupun enterpreneur berhasil, jadi saya sangat mendorong enterpreneurship,” kata Harry.

Model rehabilitasi sosial ke depan, tidak hanya perubahan sikap perilaku, tetapi harus ada peningkatan dan pendayagunaan potensi yang mereka miliki, sehingga untuk kemandirian mereka itulah melalui kewirausahaan.

“Artinya, jangan memproduk dan juga penerima manfaat disabilitas yang siap jadi pegawai, terbatas jumlahnya tadi dari data statistik bisa akses masih tidak layak, fasilitas tidak memadai di perusahaan, rendahnya komitmen HRD. Padahal bisa mengajak mereka jadi entrepreneur atau wirausaha mandiri dan dimungkinkan dengan atensi dari asesmen sampai pelayanan dan after care kewirausahaan,” ungkapnya.

Pekerjaan yang mesti dilakukan dengan menyiapkan penyandang disabilitas untuk hidup mandiri termasuk mengaitkan dengan sumber-sumber modal dan media pemasaran. Banyak yang peduli tapi belum terkonnesi sehingga MoU dengan perusahaan harus terus digalakkan.

Hingga kini, sebanyak 97 perusahaan bermitra dengan Kemensos, bahkan ada perusahaan yang menunggu alumni Balai Cibinong untuk menjadi pekerjanya. Jika Balai Cibinong itu banyak alumninya dari 97 perusahaan itu siap menampung dan bisa langsung kerja.

“Balai Cibinong dikenal kemampuannya dalam memberikan pelatihan yang bisa diandalkan. Pada zaman dulu bekerja sama dengan JICA dengan peralatan modern canggih, tapi sekarang itu perlu di-upgrade dan yang sedang dirintis yaitu kerja sama tapi saat dicoba yang mandiri,” tandas Harry.

Kunjungan Dirjen Rehabiltiasi Sosial ke Garut, diisi dengan menyambangi LKS Bina Grahita untuk monitoring pemanfaatan bantuan sosial Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASPD).

“Saya hadir dan bangga berada di tengah saudara sekalian, sebab saya diberi amanah oleh Menteri Sosial untuk melihat dan memonitoring langsung pemanfaatan bantuan sosial Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas ini dan semnoga dapat diterima dengan baik dan penuh tanggung jawab, sehingga dana yang disalurkan lebih tepat pemanfaatannya oleh penyandang disabilitas,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala BBRVPD Cibinong Manggana Lubis mengatakan, saat ini pihaknya memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas sebanyak 24.226 orang terdiri dari program pelayanan Rehabilitasi Vokasional kepada 526 penyandang disabilitas, untuk 23.700 penyandang disabilitas melalui program bantuan cash transfer ASPD di seluruh Indonesia baik berbasis LKS maupun perorangan.

Sebanyak 23.700 penerima bantuan sosial non tunai ASPD dibagi 2 gelombang penyaluran, yaitu gelombang 1 17.532 penyandang disabilitas, terdiri dari penerima perorangan 12.571, penerima melalui LKS 4.961 di 33 Provinsi dan 340 Kabupaten/Kota yang masing-masing menerima bantuan Rp 2 juta per orang.

Pada tahun ini, di Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.506 penyandang disabilitas terdiri dari penerima perorangan 977 penerima melalui LKS 529.

Khusus di Kabupaten Garut pada tahun ini bantuan diberikan bagi 89 penyandang disabilitas terdiri dari penerima perorangan 34 orang tersebar di 7 Kecamatan, Kec. Tarogong Kaler, Kec. Tarogong Kidul, Kec. Samarang, Kec. Pasirwangi, Kec. Leles, Kec. Kadunggora, Kec. Singajaya.

“Penerima bantuan sosial melalui LKS 55 penyandang disabilitas yang tersebar di 3 LKS yaitu LKS Bina Grahita, LKS Yayasan Nur Ilahie Assani, serta Yayasan LSK Cahaya Al-Furqon,” ucap Manggana.

Harry juga menyemaptkan berdialog dengan orangtua salah satu Penerima Manfaat (PM) Penyandang Disabilitas Intelektual yang mengalami disabilitas intelektual lambat belajar.

Sang Ibu, Sariah menyampaikan terima kasih atas pemberian bansos karena digunakan untuk menunjang perlengkapan terapi anaknya.

“Alhamdulillah sudah menerima Rp 2 juta dan bantuan akan dimanfaatkan untuk menunjang terapi dan anak saya lambat belajar, serta dengan bantuan itu akan disisihkan untuk membeli sembako agar tercukupi kebutuhan nutrisinya, ” tutur Sariah.[/3]

Open chat
1
Butuh bantuan?
Rakyat
Halo! Apa yang bisa kami bantu, Kak?