Tolak Kudeta Militer, Pedemo Myanmar Serukan Aksi Mogok Besar-besaran
RAKYAT.CO – Massa pemrotes menggelar aksi menentang kudeta militer Myanmar ke jalanan pada Senin (22/2/2021) yang menyerukan pemogokan besar-besaran.
Pemimpin aktivis muda, Maung Saungkha mendesak warga Myanmar untuk bergabung dalam aksi protes menentang pemerintah militer.
“Pemrotes tidak berani keluar, tetaplah di rumah. Saya akan keluar dengan cara apapun semampu saya. Saya berharap pada generasi Z. Mari bergabung dalam rapat jalanan, kawan,” tulis Maung melalui akun Facebook, Minggu (21/2/2021) malam.
Dalam seruan untuk melakukan aksi mogok besar-besaran dilakukan merespons ancaman dari pihak berwenang mengenai konfrontasi yang menelan dua korban jiwa pada akhir pekan lalu.
Warga Yangon dan kota-kota di Myanmar menggambarkan kondisi tiga pekan setelah kudeta tak ubahnya sebuah ‘zona perang’.
Sejumlah akses jalan menuju kantor kedutaan asing, termasuk kedubes AS di Myanmar diblokir pada Senin.
Seperti dikutip Reuters, bahwa kantor perwakilan asing menjadi titik kumpul pedemo pada Senin untuk menyerukan intervensi asing terhadap kondisi di Myanmar.
Sementara itu, media milik negara, MRTV memperingatkan pengunjuk rasa dan menentang aksi protes besar-besaran.
“Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan peuda yang emosional, ke jalur konfrontasi yang membuat mereka kehilangan nyawa,” katanya.
Pada Sabtu (20/2/2021), sejauh ini tiga pedemo tewas dengan dua diantaranya terkena tembakan peluru tajam polisi di kota Mandalay. Sementara seorang polisi dilaporkan tewas setelah mengalami cedera dalam bentrokan dengan pedemo.
Kematian di Mandalay tak lantas mematahkan semangat massa. Puluhan ribu massa kembali memenuhi kota terbesar di Myanmar, Yangon dalam sebuah aksi protes pada Minggu.
Pihak Kementerian Luar Negeri mengatakan telah menahan diri dalam menghadapi aksi demo yang terus berlangsung.
Pernyataan disampaikan sebagai teguran bagi negara asing terkait campur tangan urusan dalam negeri Myanmar dan sanksi yang dijatuhkan.
Amerika Serikat dan Uni Eropa mengecam tindakan kudeta militer dan menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar. Senada, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengatakan bahwa kekuatan mematikan yang dilakukan militer Myanmar tidak dapat diterima.
Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik melaporkan dalam tiga pekan usai kudeta setidaknya 640 orang telah ditangkap, didakwa, hingga dijatuhi hukuman.
Sedangkan, pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Wyn Myint termasuk dua di antara sosok yang ditahan oleh militer Myanmar (Tatmadaw) sejak 1 Februari lalu.[/4]