Lempar Wacana Amendemen UUD 1945, Ray Curiga Ada Kepentingan Politik

Amandemen UUD 1945

RAKYAT.CO – Wacana soal amendemen UUD 1945 dengan mencantumkan aturan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sehingga kewenangan MPR harus ditambah dengan menetapkan PPHN.

Hal itu telah disampaikan bahwa itu terang-terangan dalam dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 16 Agustus lalu.

“Diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN,” tandas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet itu.

PPHN seperti Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di era Orde Baru silam. Namun, GBHN memuat rel pembangunan hingga puluhan tahun ke depan. Presiden, selaku mandataris MPR, wajib menjalankan pembangunan sesuai dengan GBHN yang telah ditetapkan.

Pada sidang tahunan MPR 16 Agustus 2021 lalu, Presiden Jokowi mengapresiasi niat MPR yang ingin mengkaji lagi soal PPHN. Kendati dia tidak menyatakan setuju secara gamblang PPHN perlu dimuat lewat amendemen UUD 1945.

Presiden sebatas mengapresiasi niat MPR yang ingin membuat PPHN. “Ada agenda MPR untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara juga perlu diapresiasi untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan lintas kepemimpinan,” kata Presiden dalam sidang tahunan MPR.

Munculnya wacana amandeman UUD 1945 untuk memasukkan poin PPHN menuai kritik dari sejumlah kalangan. Partai Demokrat dan PKS, yang berada di luar pemerintahan, turut menolak wacana tersebut.

Saat ini menurut kedua partai menilai amendemen bukan hal yang dibutuhkan masyarakat. Terlebih, pandemi virus corona (Covid-19) pun belum usai, sehingga masih banyak urusan yang harus dibenahi hingga normal kembali.

Pengamat politik Ray Rangkuti curiga misi amendemen UUD 1945 hanya misi partai politik belaka. Sebab masyarakat belum tentu setuju dengan rencana itu.

Haluan negara bukan merupakan isu baru, melainkan sudah ada sejak tiga tahun lalu. Dahulu bernama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai rekomendasi MPR periode sebelumnya. Isu itu, selalu dilontarkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Perubahan nama hanya sebatas upaya untuk menghindari kritik. Kini, wacana GBHN diubah menjadi PPHN dengan tujuan menghindari asumsi negatif dari publik seperti sebelumnya.

“Namun, substansi bahkan mungkin redaksional yang akan dipilih terkait dengan bunyi amendemen ini boleh jadi tidak berubah,” katanya.

Ada kekhawatiran lain jika UUD 1945 ingin diamendemen. Dari rencana awal hanya terbatas memasukkan poin PPHN. Bisa saja ada fraksi tertentu yang mengupayakan agar pasal lain turut diubah dalam UUD 1945. Salah satunya mengenai masa jabatan presiden.

“Ada potensi bola salju kepentingan di mana bola salju itu menggelinding dan membesar dan itu bisa masuk ke kepentingan politik jangka pendek dan tidak baik bagi ketatanegaraan kita. Seperti isu periode ketiga, pemilihan presiden melalui MPR,” tandasn pakar hukum tata negara, Feri Amsari.[/1]

Open chat
1
Butuh bantuan?
Rakyat
Halo! Apa yang bisa kami bantu, Kak?