Pansel KPU-Bawaslu Banyak Orang Dekat Pemerintah, Rawan Konflik Kepentingan
RAKYAT.CO – Publik menyoroti sejumlah orang yang dekat dengan pemerintah dalam tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 bentukan Presiden Jokowi.
Kondisi tersebut dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan, seperti pemilihan anggota KPU-Bawaslu tidak dilakukan secara independen, melainkan berdasarkan kedekatan dengan pemerintah.
Karena itu, tim seleksi KPU itu mengingatkan tentang Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan KPK 2019 yang menuai banyak kritik dengan persoalan sama, ada anggota pansel yang notabene dekat dengan pemerintah.
Peneliti KoDe Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana mengritik komposisi Tim Seleksi KPU-Bawaslu sebab salah satunya mengenai latar belakang Ketua Timsel Juri Ardiantoro yang pernah menjabat Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019.
Selain itu, Ihsan menyoroti perwakilan pemerintah yang mendominasi komposisi Timsel, pasalnya dalam catatannya setidaknya ada lima pejabat publik dalam Timsel KPU-Bawaslu.
Juri yang menjabat Deputi IV Kepala Staf Presiden, ada Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.
Ada Abdul Ghaffar Rozin selaku Staf Presiden yang masuk dalam anggota Timsel. Terakhir, ia juga menyinggung nama Poengky Indarty yang berstatus sebagai Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). “Total ada lima dari 11 timsel memiliki jabatan publik, padahal UU Pemilu membatasi perwakilan pemerintah hanya tiga orang,” katanya.
Masih terdapat nama-nama lain seperti mantan pimpinan KPK Chandra M. Hamzah, kemudian Airlangga Pribadi Kusuma, Hamdi Muluk, Endang Sulastri, I Dewa Gede Palguna, dan Betti Alisjahbana.
Publik terlanjur memiliki pandangan miring dengan komposisi timsel, hingga oposisi seperti Partai Demokrat dan PKS pun kompak mengkritik susunan anggota timsel. Juri Ardiantoro dan Mendagri Tito Karnavian sudah angkat suara menyikapi kritik yang datang. Mereka menegaskan timsel bakal bekerja independen.
Tito mengklaim pemerintah tidak akan mengintervensi timsel dalam menyeleksi anggota KPU-Bawaslu berikutnya.
Soal polemik komposisi Tim Seleksi KPU ini mengingatkan publik akan memori Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) 2019.
Susunan pansel capim KPK juga mendapat sejumlah sorotan karena diduga kuat memiliki konflik kepentingan. Dari susunan pansel terdapat tiga nama yang merangkap tenaga ahli di pemerintahan, yakni Hendardi, Indriyanto Seno Adji, termasuk Yenti Garnasih yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pansel.
Pansel Capim KPK periode 2019-2023 ini dinilai sebagai pansel terburuk yang pernah ada sejak KPK didirikan tahun 2002. Pansel jalan terus dan mereka lalu menetapkan 10 calon pimpinan KPK. Salah satunya Firli Bahuri yang kemudian hari menjadi ketua padahal pernah diberi sanksi etik saat di KPK.
Pansel menetapkan Alexander Marwata, (komisioner KPK), I Nyoman Wara (auditor BPK), Johanis Tanak (jaksa), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya B (PNS Sekretariat Kabinet), serta Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan).
Bahkan, anggota Pansel KPK Indriyanto Seno Adji terkesan membela Firli saat itu. Ia menyebut Firli Bahuri memiliki nilai dengan konsistensi terbaik dalam seleksi capim KPK.
Sementara itu, DPR mengesahkan lima calon pimpinan KPK 2019-2023 di antaranya Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pamolango, serta Nurul Ghufron.[/1]