Usai Digugat 6 Kali Soal Presidential Threshold, Peluang Tipis Diterima MK

Presidential Threshold (PT)

RAKYAT.CO – Ada peluang kecil menang usai 6 gugatan atas Presidential Threshold (PT) atau ambang batas calon presiden bakal disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), lantaran Undang-Undang Pemilu menjadi satu dari dua produk hukum yang paling banyak digugat sepanjang 2021.

Catatan Kode Inisiatif sepanjang 2017-2020 terdapat 14 gugatan atas Pasal 222 yang mengatur ambang batas capres ke MK. Namun, tak ada satupun gugatan yang dikabulkan.

Menuurt lembaga ini mencatat Mahkamah menolak 5 gugatan dan tidak menerima 9 perkara lainnya. Terakhir, 6 gugatan atas ambang batas itu kandas dalam sehari.

Terhadap semua permohonan uji materi itu MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima. “Amar putusan mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Ketua Anwar Usman membacakan putusan terhadap masing-masing perkara, Kamis (24/2).

Pertimbangan putusan itu setidaknya terdapat dua hal pokok yang dimentahkan oleh Mahkamah. Pertama, terkait status para pemohon yang dianggap tidak berkedudukan hukum.

Mahkamah membatasi kualifikasi pemohon harus merupakan orang yang memiliki kemungkinan kerugian konstitusional akibat undang-undang yang digugat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 juncto Perkara Nomor 11/PUU-V/2007.

Putusan 6 perkara tersebut, Mahkamah menilai pada diri pemohon tidak terdapat kerugian konstitusional. Salah satunya terjadi pada gugatan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Menurut MK pemohon telah mengetahui hak pilihnya dalam Pemilu legislatif 2019 akan digunakan sebagai bagianpersyaratan ambang batas pencalonan Presiden 2024. Hal ini hanya bisa diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. “Tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon,” kata Mahkamah dalampertimbangannya.

Kedua, Mahkamah mementahkan argumen pemohon yang menyebut keberadaan Pasal 222 UU Pemilu akan berkorelasi dengan jumlah pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pemilu dan beberapa persoalan Pemilu lainnya.

Pasalnya, menurut Mahkamah norma Pasal 222 mengatur PT tidak membatasi jumlah pasangan capres-
cawapres. Tidak adanya korelasi ini juga terjadi pada argumen lain yang diajukan pemohon.

“Norma a quo tidak membatasi jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang berhak mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,” tulis Mahkamah dalam pertimbangan perkara Gatot.

Kesimpulannya, Mahkamah kemudian menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum
mengajukan permohonan. Kemudian, pokok permohonan pemohon juga tidak dipertimbangkan.

“Dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” tulis Mahkamah dalam pertimbangannya.

Salah satu gugatan ambang batas yang diputus MK pada Kamis (24/2) diajukan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Joko Yuliantono, di mana Gerindra merupakan partai peserta pemilu.

Ferry tidak mengajukan gugatan atas nama partai melainkan diri sendiri. Meski empat hakim menyatakan dissenting opinion atas kedudukan hukum Ferry, hanya dua hakim yang mengabulkan pokok permohonannya.

Salah satu gugatan yang saat ini sudah teregistrasi dan menunggu disidangkan diajukan oleh Partai Ummat besutan Amien Rais.

Perkara bernomor 11/PUU-XX/2022 itu diajukan oleh Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi dan Sekjennya, A. Muhajir.

Sebagai pandatang baru, Partai Ummat belum terdaftar sebagai Pemilu. Nasib gugatan ini juga tinggal menunggu waktu apakah bakal bernasib serupa pendahulunya.[/1]

Open chat
1
Butuh bantuan?
Rakyat
Halo! Apa yang bisa kami bantu, Kak?