Tak Mampu Bayar Utang, PM Wickremesinghe: Sri Langka Bangkrut

Kamis, 23 Juni 2022

Pengunjuk Rasa di Sri Lanka marah dan bakar rumah 38 Politisi

RAKYAT.CO – Menghadapi krisis ekonomi yang berat, pemerintah Sri Langka menyatakan bangkrut. Dalam beberapa bulan terakhir, negara yang dulu dikenal dengan nama Ceylon itu mengalami kekurangan pasokan makanan, bahan bakar hingga listrik.

Menurut Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe negaranya bangkrut dihantam krisis ekonomi yang hebat selama beberapa bulan. Bahkan Wickremesinghe memprediksi situasi negaranya tersebut bisa menuju ke titik terendah.

“Kondisi ekonomi kita benar-benar runtuh,” ujar PM Ranil Wickremesinghe, dikutip dari Associated Press, Kamis (23/6/2022).

Kondisi negara bangkrut karena menanggung utang sangat besar akibat hilangnya pedapatan dari sektor pariwisata dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini mengakibatkan melonjaknya biaya komoditas di dalam negeri.

Selain itu, kondisi ini membuat Sri Langka kesulitan mengimpor beberapa komoditas seperti bensin, susu, gas hingga kertas toilet.

Negara, kata PM Wickremesinghe, sudah tidak bisa lagi mengimpor bahan bakar karena sudah menanggung utang yang besar dari perusahaan minyaknya.

Perusahaan energi Sri Lanka, Ceylon Petroleum Corporation memiliki utang senilai US$ 700 juta atau setara Rp10,3 triliun.

“Tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kami. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai,” ungkap Wickremesinghe

Terdapat sekitar 15 – 20 persen masyarakat negara itu terdampak kebangkrutan itu. Rata-rata masyarakat yang terdampak adalah warga perkotaan kelas menengah.

Tingkat inflasi untuk makanan di Sri Lanka yang mencapai 57 persen. Bantuan penanganan krisis di Sri Lanka telah datang dari India, melalui jalur kredit senilai US$ 4 miliar atau setara Rp59,2 triliun.

Wickremesinghe melihat bantuan dari India tidak akan membuat Sri Lanka bertahan dalam waktu yang lama.[/4]