RAKYAT.CO – Dipasitkan masyarakat akan terbebani jika harga pertalite benar-benar dinaikkan Rp10 ribu per liter. Seharusnya pemerintah melakukan penyesuaian BBM perlahan sejak beberapa tahun sebelumnya.
“Jika pertalite Rp10 ribu per liter, naik 30 persen, siapa yang enggak nyesek? Coba kalau dulu naik 100, turun 200, naik terus, gitu,” ujar ekonom senior Faisal Basri di Jakarta Pusat, Senin (29/8/2022).
Harga BBM, kata Faisal, tidak naik selama lima tahun terakhir. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM saat ini sama seperti menumpuk masalah.
“Jadi, cara pemerintah ini masalah ditimbun satu-satu. Ini sudah lima tahun harga BBM enggak naik, listrik tidak naik demi stabilitas harga sehingga inflasi dipuji-puji, ongkosnya ini menimbun masalah,” tandas Faisal.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) awalnya menentukan harga BBM disesuaikan secara otomatis per tiga bulan dan listrik per bulan. Dengan cara tersebut, maka kenaikan harga BBM dan listrik bisa diprediksi.
Pemerintah mewacanakan penyesuaian harga BBM subsidi jenis pertalite dan solar. “Nah, sekarang aturan itu dicampakkan semua sama Pak Jokowi,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dana APBN yang digunakan untuk subsidi energi bisa meledak Rp198 triliun jadi Rp700 triliun bila konsumsi BBM subsidi seperti pertalite dan solar tak segera dibatasi dan harganya tak dinaikkan.
Adanya tambahan anggaran diperlukan untuk menambah kuota pertalite dari 23 juta kl menjadi 29 juta kl.
Ia mengakui bahwa subsidi BBM justru memperlebar kesenjangan ekonomi. Hal ini tercermin dari anggaran subsidi yang digelontorkan pemerintah hingga ratusan triliun, mayoritas dinikmati oleh orang mampu.
“Kondisi ini berarti kita mungkin menciptakan kesenjangan makin lebar dengan subsidi ini, yang mampu menikmati dana subsidi ratusan triliun, yang tidak mampu tidak menikmati,” ungkap Menkeu Ani, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers, Jumat (26/8).[/1]