RAKYAT.CO – Pada saat pandemi Covid-19, wacana amendemen terbatas UUD 1945 dinilai mengada-ada. Terlebih menyongsong Pilpres 2024.
Menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus diduga wanca amandemen tersebut hanya membuka peluang wacana masa jabatan presiden tiga periode. Pandemi pun dijadikan alasan untuk meniupkan pesimistis soal masa depan bangsa demi mendapatkan dukungan atas proyek tiga periode masa jabatan presiden.
“Jelas, menghubungkan pandemi berkepanjangan dengan rencana amendemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden jelas mengada-ada karena wacana amandemen sendiri sudah muncul sebelum pandemi,” ujar Lucius, Kamis (19/8).
Menurut Lucius tidak ada alasan yang masuk akal pandemi yang berkepanjangan akan teratasi melalui perubahan masa jabatan presiden dari 2 periode ke 3 periode.
Bisa dibayangan pesimistis soal situasi pandemi berkepanjangan yang berdampak pada masalah ketatanegaraan jelas sesuatu yang mengada-ada.
“Jadi seolah-olah bangsa ini tak mampu melakukan perencanaan pemilu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada,” ujarnya.
Dengan atau tanpa pandemi, wacana amendemen konstitusi merupakan rencana MPR periode ini. Sayangnya wacana amandemen itu sejak awal ditentang publik.
“Saat ini memunculkan alasan baru terkait pandemi. Dikira karena situasi pandemi, publik mungkin bisa berubah dan mendukung rencana amandemen konstitusi,” tandasnya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo berulangkali menegaskan bahwa amendemen konstitusi hanya untuk mengakomodasi wacana Haluan Negara saja.
Kendati demikian, selalu ada yang meniupkan harapan agar amendemen juga menyasar wacana terkait masa jabatan Presiden. Apalagi kata Lucius, proses amandemen merupakan proses politik.
“Potensi amandemen bisa menjadi bola liar untuk mengubah banyak hal masih terbuka. Walaupun sejak awal tak direkomendasikan MPR, tetapi kebutuhan sebagian kalangan untuk mendukung penambahan masa jabatan Presiden adalah fakta lain yang mungkin saja bisa terwujud jika amandemen jadi dilakukan.”
“Saya kira curiga akan motif politik dibalik wacana amendemen memang menjadi sesuatu yang paling dikhawatirkan. Motif politik ini jelas tidak mengacu pada kebutuhan nasional atau bangsa. Namun, hal ini hanya urusan para pemburu kekuasaan yang sudah memasang agenda politik demi mempertahankan kekuasaan,” pungkasnya.[/1]