Aparat Gunakan UU ITE Berlebihan, Demokrat: Kepercayaan Publik Menurun

Senin, 26 Oktober 2020

Hinca-Panjaitan

RAKYAT – Salah satu sebab menurunnya kepercayaan publik terhadap demokrasi Indonesia, karena penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik berlebihan (UU ITE) oleh aparat secara berlebihan.

“Termasuk kebebasan sipil menyampaikan pandangan lewat media yakni kawan-kawan media atau jurnalis yang juga mengalami banyak soal hambatan, dihantui oleh sikap aparat yang keliatannya dengan pandemi ini menggunakan UU ITE berlebihan,” ujar anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan dalam diskusi virtual di Jakarta, Ahad (25/10/2020).

UU ITE, kata Hinca, seolah-olah keberadaannya hanya digunakan untuk menangkap mereka yang menyebarkan hoaks. “Jadi, ini seakan-akan untuk tangkap-tangkap saja itu soal hoaks dan lain-lain,” sindir Hinca.

Sejatinya UU ITE dibuat untuk mengatasi jaringan terorisme, dikarenakan ada banyak upaya transfer uang terkait aktivitas kelompok teror melalui mekanisme transaksi elektronik.

“Tapi belakangan pembahasan Undang-Undang di DPR dari transaksi elektronik berubah depannya informasi. Informasi tentang transaksi elektronik dan seolah-olah dibacanya jadi transaksi elektronik tentang informasi,” katanya.

Pemahaman menjadi berbeda dengan mengadili informasi dan penggunaanya secara berlebihan oleh aparat penegak hukum.

Pada akhirnya membuat kebebasan sipil dan upaya penyampaian pendapat menjadi terganggu. “Saya kira resesi demokrasi ini juga terpengaruh dengan ini,” imbuh Hinca.

Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis survei terkait kondisi demokrasi di Indonesia selama pandemi virus Corona atau Covid-19. Dengan hasil publik merasa terjadi peningkatan ancaman dalam kebebasan sipil oleh negara.

Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi bahwa survei dimulai dengan menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan warga makin takut dalam menyatakan pendapat.

“Survei menyatakan 21,9 persen menjawab tidak tahu; 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang sertuju; dan 3,6 persen tidak setuju sama sekali,” ungkap Burhanuddin dalam diskusi virtual, Ahad (25/10/2020).

Berbagai pertanyaan selanjutnya apakah responden setuju dengan pendapat bahwa warga makin sulit berdemonstrasi. 20,8 persen sangat setuju; 53 persen agak setuju; 19,6 persen kurang setuju; dan 1,5 persen tidak setuju.

“Setuju tidak aparat makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pilihan politik dengan penguasa. 19,8 persen sangat setuju; 37,9 agak setuju; 31,8 persen kurang setuju; dan 4,7 persen tidak setuju sama sekali,” ungkapnya.[/1]