rakyat.co – Pasca orde baru tumbang pada 1998 hingga hari ini, transmigrasi laksana residu tak bermakna dibuang sayang tetapi disebut-pun jarang, baik oleh aparat birokrasi terlebih para politisi.
Padahal dalam konsep Nawa cita ketiga ada landasan yang kuat soal transmigrasi, yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
“Saya kira tidak salah konsep ketiga dari Nawa cita. Bisa jadi, yang bermasalah dari personal yang memangku jabatan karena tidak kuat persepi soal pembangunan dari pinggiran khususnya program transmigrasi, ” ujar H Icu Zukafri Datuk Bandaharo, aktivis dan pemerhati transmigrasi di Sumatera Barat, Senin (1/4/2019).
Pada 28 Desember 1964, Bung Karno di Gelora Senayan dengan tegas menyatakan bahwa “….. soal transmigrasi adalah soal mati-hidup kita. Sekarang mendjadi satu soal mati-hidup kita. Oleh karena itu aku setudju sekali, bahwa musjawarah ini membuat transmigrasi itu satu persoalan nasional. Bukan soal ketjil-ketjil Saudara- Saudara, soal nasional………”.
“Jelas sudah transmigrasi memiliki posisi strategis di masa lalu dan kini masih sangat relevan, selama disesuaikan tuntutan zaman. Juga, dalam transmigrasi adalah implentasi dari kebhinnekaan bangsa, ” tandasnya.
Konsep transmigrasi dengan membangun dari desa, telah menginspirasi Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada awal pemrintahannya membangun dari desa. Alhasil hari ini bisa disaksikan kemajuan negeri jiran tersebut.
“Jika ada pihak mengatakan transmigrasi itu usang dan tidak relevan, sebenarnya dia ‘gagal paham.’ Sebab, Malaysia telah membuktikan hari ini tidak ada lagi desa yang ada kota kecil, kota menegah serta kota besar dan itu buah dari pembangunan model transmigrasi yang dilakukan secara konsisten dan didukung pemerintah, ” ungkap calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumbar itu.
Sebagai wujud kepedulian dan mere-fresh sejarah transmigrasi, Icu mengaku sudah menyampaikan berbagai pandangan soal tramsigrasi kepada capres 2019. Sedangkan masukan yang tertulis tengah dipersiapkannya.
Berbagai fakta sudah jelas, kontribusi transmigrasi dalam pembangunan nasional. Siapapun presidennya soal transmigrasi perlu dimaknai dengan model kekinian atau paradigma baru yang selalu relevan dengan zaman.
“Jadi, Nawacita ketiga membangun dari pinggiran sudah tepat, tapi realitas masih sebatas pencitraan dan wilayah pinggiran tetap terpinggirkan. Sedangkan instrumen yang disediakan oleh UU ketransmigrasian tidak dimanfaatkan, ” pungkasnya.[*/2]