RAKYAT – Bimbingan Teknis (Bimtek) Kompetensi Penatalaksanaan Terapi Okupasi Petugas Rehabilitasi Sosial Balai Besar/Balai dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) digelar Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Bimtek tersebut untuk meningkatkan layanan sosial bagi penyandang disabilitas dalam program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Salah satu elemen penting dalam intervensi ATENSI adalah terapi okupasi.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat menyampaikan materi tentang Layanan Okupasi dalam Program ATENSI untuk penanganan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas.
“Melalui bimtek yang digelar ini untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dalam layanan langsung kepada penyandang disabilitas sebagai Penerima Manfaat, ” tutur Harry Hikmat di Bekasi, Jumat (2/10/2020).
Rehabilitasi sosial, merupakan wujud dari pelayanan sosial yang diberikan kepada penerima manfaat
dari tingkat pendapatan rendah hingga tingkat pendapatan tinggi, serta rentang usia dini hingga lanjut usia.
“Ditargetkan ke depan kebijakan layanan harus tentunya harus multifungsi, yaitu bisa melayani semua ragam disabilitas dari rentang usia dini hingga lanjut usia,” tandas Harry.
Lebih lanjut Harry menandaskan bahwa penyandang disabilitas sebagai salah satu penerima manfaat rehabilitasi sosial termasuk kelompok rentan, sehingga perlu disadari berdasarkan data Susenas Tahun 2018, sebanyak 30,4 juta penyandang disabilitas harus direspon dan diberi pelayanan sosial.
“Melalui program ATENSI mengedepankan pendekatan berbasis keluarga, komunitas (LKS) dan residensial (Balai Besar/Balai/Panti) untuk bisa mencakup lebih luas layanan sosial kepada penyandang disabilitas, ” kata Harry.
ATENSI, kata Harry, sebagai program yang sifatnya layanan langsung atau direct service terdiri dari pemenuhan kebutuhan dasar, terapi fisik seperti terapi bicara, terapi okupasi, Activities of Daily Living (ADL), mental spiritual, psikososial dan keterampilan/kewirausahaan, perawatan sosial dan dukungan keluarga.
“Dengan terapi okupasi sebagai bentuk layanan kepada individu dengan kelainan fisik, mental dan intelektual yang mengalami gangguan kinerja okupasional melalui aktivitas yang bermakna dan bertujuan, ” ungkap Harry.
Terapi ini memungkinkan individu berpartisipasi di aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan
pemanfaatan waktu luang secara mandiri untuk meningkatkan kualitas hidup serta menciptakan masyarakat inklusif.
Terdapat 7 manfaat dalam terapi okupasi, yaitu self care untuk membantu dalam hal perawatan diri dan
mengembangkan kemandirian dalam tugas sehari-hari. Manfaat productivity, yaitu mengembangkan keterampilan bermain terutama eksplorasi aktivitas dan mengembangkan kemampuan bekerja.
Manfaat leisure, untuk menggali dan mengembangkan minat bermain seseorang, manfaat sensorimotor yaitu meningkatkan refleks, kekuatan otot, fleksibilitas, kekuatan fisik, meningkatkan motorik kasar serta motorik halus.
Untuk manfaat dari kognitif untuk kemampuan berkonsentrasi dan ngikuti petunjuk, manfaat pshysocial
seperti meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk berinteraksi kelompok.
“Ada manfaat environment, seperti membuat alat bantu yang diperlukan, sesi konsultasi dengan orang tua tentang kegiatan sosial masyarakat hingga sesi konsultasi dengan sekolah mengenai transportasi yang aman, ” terang Harry.
Beberapa metode terapi okupasi, yang perlu diketahui oleh Balai Besar/Balai/Panti Rehabilitasi Sosial dan
LKS, yaitu terapi sensori integrasi, terapi snoezelen, pra vokasional skill, pre writting skill, terapi self care, terapi relaksasi, terapi ADL, terapi rekreasi, terapi aktivitas kelompok seni, terapi aktivitas kelompok interaksi, terapi aktivitas kelompok ADL dan terapi problem solving.
“Metode terapi okupasi perlu diklastering agar ada kesamaan persepsi antara Balai Besar/Balai/Panti dan LKS serta bisa menentukan sarana prasarana yang sesuai,” ungkap Harry.
Di Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial di Lingkungan Kemensos berperan mendorong lingkungan sosial
lebih peduli dan melakukan intervensi rehabilitasi sosial. Maka dengan dorongan itu jangkauan layanan akan semakin luas.
Komitmen Kemensos untuk terus memperkuat kerja sama dengan LKS, sebab dianggap penting untuk bertukar pikiran terkait terapi okupasi dan penyediaan sarana prasarananya.
“Mari kita semua menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan harus detail dan standar minimalnya harus ada,” imbuh Harry.
Bimtek tersebut diikuti oleh petugas dan terapis dari Balai Besar/Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Panti Rehabilitasi Sosial milik Pemerintah Daerah, serta dari Lembaga Kesejahteraan Sosial.[/3]