Hingga 2030 Pemimpin UE Sepakat Pangkas Emisi Hingga 55 Persen

Minggu, 13 Desember 2020

Emisi global

RAKYAT – Para pemimpin Uni Eropa (UE) sepakat menetapkan target yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 55 persen pada 2030, pada Jumat (11/12/2020).

“Uni Eropa merupakan pemimpin dalam perang melawan perubahan iklim,” cuit presiden Dewan Eropa dan tuan rumah KTT UE, Charles Michel, lewat media sosial Twitter.

Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan Eropa akan mengurangi emisi gas rumah kaca setidaknya hingga 55 persen pada 2030.

“Ini akan menempatkan kita pada jalur yang jelas menuju komitmen netralitas iklim pada 2050,” ucap Von der Leyen.

Kesepakatan ini terjadi usai terjadi perdebatan maraton yang cukup alot mulai Kamis (10/12/2020) hingga Jumat pagi.

Terobosan iklim ini terjadi usai 27 negara anggota UE mengesampingkan agenda pembatasan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit).

Juga, setelah Polandia didukung oleh beberapa negara Eropa tengah yang bergantung pada batubara, diberi jaminan pendanaan bagi membiayai transisi energi bersih.

“Mari kita sukseskan target ini sekarang dan secara bersama karena tak ada rencana cadangan lainnya,” cuit Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

Berbagai kesepakatan UE merupakan bagian dari komitmen untuk kesepakatan iklim Paris dimana UE berjanji akan mencapai netralitas iklim pada 2050 dimana pada saat itu UE menegaskan akan lebih banyak menangkap emisi gas rumah kaca dibandingkan melepaskannya.

Negara-negara di kawasan Pasifik menuntut komunitas dunia agar lebih serius terhadap perubahan iklim sebagai upaya untuk menyelamatkan planet Bumi.

Melalui seruan itu disampaikan jelang terjadinya pembicaraan yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas tentang pemanasan global.

Berbagia negara kepulauan kecil di kawasan Pasifik merupakan yang paling parah terkena dampak perubahan iklim akibat naiknya air laut dan hantaman topan yang semakin ekstrem.

Menurut Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama, dalam pertemuan puncak virtual Forum Kepulauan Pasifik (PIF) bahwa sejak perjanjian iklim Paris ditandatangani lima tahun lalu hingga saat ini progres terkait upaya mencegah terjadinya pemanasan global telah terhenti

“Kami, negara-negara Pasifik, berhutang budi kepada rakyat kami, dan kepada kemanusiaan secara keseluruhan, untuk lebih banyak bersuara untuk menuntut para penghasil emisi utama meningkatkan tindakan dan komitmen iklim mereka,” ungkap PM Bainimarama.

“Tanpa semua ini, kita akan kehilangan rumah kami, cara hidup kami, kesejahteraan dan mata pencaharian kami. Jadi sudah waktunya untuk lebih serius.

Melaluil kesepakatan iklim tersebut yang mengikat semua negara untuk membatasi pemanasan hingga 2 derajat Celcius di atas tingkat praindustri dan mendorong mereka untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat Celcius.

Pada pekan lalu, salah satu bentuk keseriusan terhadap kondisi iklim PM Selandia Baru, Jacinda Ardern, mendeklarasikan status darurat iklim dan mengatakan negara-negara di kawasan Pasifik berupaya menangani isu pemanasan global dan membutuhkan seluruh negara di dunia untuk juga bertindak dalam menangani masalah iklim.[/6]