rakyat.co – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyebabkan langit di Jambi, berubah menjadi merah darah yang sangat mengerikan.
Tak pelak sejumlah media internasional menyoroti dan warganet menyentil dengan mengatakan, “Ini bumi bukan planet mars. Ini Jambi bukan di luar angkasa”.
Kejadian karhutla menarik media-media asing untuk menjadikannya rujukan, betapa mengerikannya dampak kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang selalu terjadi langganan setiap tahun tersebut.
Misalnya, media Inggris, BBC, menulis judul “Indonesia haze causes sky to turn blood red, (Kabut asap Indonesia menyebabkan langit berubah merah darah).
Seperti ulasan media-media Indonesia, BBC mengekspos penderitaan warga Jambi yang jadi korban kabut asap. Rata-rata mengeluhkan sakit di mata dan tenggorokan.
Sedangkan media Inggris lainnya, The Telegraph menulis judul “Indonesian skies glow blood red from forest fires and toxic haze”. CBS News yang berbasis di Amerika Serikat mengangkat judul “Sky turns blood red in Indonesia” dengan ulasan serupa.
Termasuk, media-media Australia dan Rusia tidak luput memberitakan fenomena langit Jambi yang berubah warna jadi merah darah tersebut.
“Ini sore bukan malam. Ini bumi bukan planet mars. Ini Jambi bukan di luar angkasa. Ini kami yang bernafas dengan paru-paru, bukannya dengan insang. Kami ini manusia butuh udara yang bersih, bukan penuh asap. Lokasi : Kumpeh, Muaro Jambi,” keluh pengguna Twitter, Zuni Shofi Yatun Nisa, yang dikutip banyak media asing.
Begitu juga dengan Copernicus Atmosphere Monitoring Service dalam sebuah pernyataan mengatakan ribuan hektare hutan dan lahan terbakar di Indonesia.
“Dipercaya bahwa kebakaran telah dimulai dengan sengaja untuk membuka lahan untuk pertanian, khususnya untuk pulp dan minyak sawit,” bunyi pernyataan tersebut.
Berbagai layanan yang berbasis di Inggris itu telah mencatat data yang menunjukkan bahwa estimasi emisi CO2 harian yang setara dengan kejadian serupa tahun 2015.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, bahwa citra satelit mengungkapkan banyak titik panas dan distribusi asap tebal di daerah sekitar Jambi.
Sementara itu, Profesor Koh Tieh Yong, dari Universitas Ilmu Sosial Singapura, menilai bahwa fenomena langit merah darah di Jambi dikenal sebagai hamburan Rayleigh yang berkaitan dengan jenis partikel tertentu yang hadir selama periode kabut asap.
“Pada kabut asap, partikel yang paling banyak berukuran sekitar 1 mikrometer, tetapi partikel-partikel ini tidak mengubah warna cahaya yang kita lihat,” ucapnya kepada BBC.
“Selain itu ada juga partikel yang lebih kecil, sekitar 0,05 mikrometer atau kurang, yang tidak membentuk banyak kabut tetapi masih agak lebih banyak selama periode kabut asap…tetapi ini cukup untuk memberikan kecenderungan ekstra untuk menyebarkan cahaya merah lebih banyak ke arah depan dan belakang daripada cahaya biru, dan itulah mengapa Anda akan melihat lebih banyak merah daripada biru,” paparnya.
Bahkan dari fakta foto yang diambil sekitar tengah hari bisa menyebabkan langit tampak lebih merah. Menurut Koh bahwa fenomena ini tidak akan mengubah suhu udara.
“Jika matahari berada di atas kepala dan Anda melihat ke atas di garis matahari, sehingga akan tampak lebih banyak langit berwarna merah,” tandasnya.[/5]