RAKYAT.CO – Permintaan menggaungkan benci produk luar negeri bukan tanpa sebab. Hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo meminta masyarakat kepada masyarakat secara umum dan Kementerian Perdagangan secara khusus.
Permintaan itu ternyata dipicu prakitk dagang China yang disinyalir karena ulah perusahaan Negeri Tirai Bambu yang mencontek dan menjiplak produk asal Indonesia.
“Ajakan Presiden itu dipicu karena laporannya terkait adanya perusahaan UMKM di Indonesia yang bisnisnya mati karena dicontek oleh perusahaan China. Saya lapor ke beliau ada tulisan dari lembaga internasional dunia tentang cerita bagaimana hancurnya kegiatan UMKM di fesyen Islam yang terjadi di Indonesia,” ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Awal mulanya, lanjut Lutfi, pada 2016-2018 Indonesia memiliki industri rumah tangga yang memproduksi kerudung atau hijab. Mereka mampu mempekerjakan 3.400 tenaga kerja dengan ongkos gaji setahun mencapai US$650 ribu.
“Saat industrinya maju pada 2018, tersadap artificial intelligence oleh perusahaan digital asing lalu disedot informasinya, kemudian dibuat industrinya di China, kemudian diimpor barangnya ke Indonesia,” katanya.
Model perusahaan asing tersebut, diceritakan Lutfi mengambil data penjualan fesyen muslim di Pasar Tanah Abang. Mereka mendata mulai dari warna yang diminati masyarakat hingga model hijabnya.
“Dinilai laku dipasaran, dipelajari, dikerjakan di China karena semua bagian proses industri besar jadi ini bisa dibilang sebagai bahan limbah atau yang memang kelebihan di sana dipotong ulang sedemikian rupa,” tandasnya.
Kondisi tersebut, perusahaan berproduksi di China tersebut mampu menawarkan harga hijab di e-Commerce asing yang beroperasi di dalam negeri hingga hanya Rp1.900 rupiah per lembarnya.
“Jelas ini predatory pricing, kita tidak bisa bersaing karena ceritanya di e-Commerce gimana anti dumping, harga supaya turun, matinya kompetisi, matinya UMKM, ini yang menyebabkan kebencian produk asing yang disampaikan Pak Presiden,” tandas Lutfi.
Dengan praktik model ini membunuh UMKM Indonesia yang porsi ekspornya mencapai 95 persen dari total ekspor Indonesia, kendati kontribusi hanya 13 persen tapi ini ditegaskannya mengguncang ekonomi rakyat.
“Saya mohon tidak membesar-besarkan masalah ini, yang salah menteri perdagangannya karena saya yang memberikan laporan ke beliau sesaat sebelum acara dimulai. Ini bentuk kekecewaan beliau dan tentu kekecewaan kita semua,” pungkas Lutfi.[/1]