rakyat.co – Saat menemui Ketua Umum NasDem Surya Paloh, diduga Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto membawa misi personal tanpa membawa kepentingan umum partai Golkar.
Bahkan, dampak dari pertemuan tersebut berpotensi membawa konflik baru di internal partai berlambang beringin terpecah belah serta terdepak dari lingkaran pemerintah.
Airlangga sebagai pimpinan Golkar sebenarnya tidak memiliki basis organisasi kepartaian yang kuat. Sehingga, berbeda dengan Paloh atau Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Plt Ketua Umum Suharso Monoarfa yang sudah lebih dulu memakan asam garam di kancah politik.
“Saya kira wajar saja Airlangga itu memainkan politiknya berdasarkan politik korporasi. Dia akan melihat peluang-peluang yang dia anggap menguntungkan bagi personal,” ujar Pengamat politik Dedi Kurnia di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Bisa saja dia akan terjebak dalam agenda politik yang tidak bisa dibacanya dari manuver Surya Paloh. Juga, bisa merugikan kader Golkar pada periode selanjutnya. Kader NasDem sudah memilih Paloh dengan konsekuensinya, sedangkan kepemimpinan Airlangga masih menjadi perdebatan di internal Golkar.
“Saya kira gerbong-gerbong yang ada di faksi Golkar itu sendiri. Kalau dia salah melangkah, tentu faksi-faksi itu bisa berseberangan dan bisa merugikan Airlangga,” ungkapnya.
Menteri perindustrian itu tak punya kecermatan dalam membaca politik, terutama melihat suasana kebatinan kadernya. Manuver Airlangga membuka peluang bagi Jokowi untuk menggandeng Gerindra dibanding Golkar.
“Satu kesalahan Airlangga adalah seharusnya dia tak perlu lakukan manuver kepada Surya Paloh. Karena Surya Paloh sudah memilki partai sendiri yang semestinya itu tak ada relasi pengaruh terhadap kader-kader Golkar,” tandasnya.
Dedi menilai Airlangga sebagai pimpinan Golkar dengan perolehan kursi kedua terbesar kedua di koalisi Jokowi – Maruf punya nilai tawar. Namun, harus dipahami bahwa manuver Airlangga itu bisa berakibat fatal untuk Golkar.
“Bisa jadi ada tawar menawar yang berat itulah kemudian dianggap Pak Jokowi sebagai ancaman. Artinya Pak Jokowi punya bayangan kalau misalnya dia kehilangan Golkar tetapi mendapatkan Gerindra,”pungkasnya.[/3]