RAKYAT.CO – Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2009 Nomor 11 dijelaskan bahwa minuman beralkohol (minol) dan minuman keras (miras) hukumnya haram.
“Pada 2009, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang hukum alkohol termasuk juga minuman keras ini hukumnya adalah haram,” ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis melalui keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Melalui Fatwa tersebut, MUI merekomendasikan pertama, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut.
“Di antaranya dari rekomendasi MUI yaitu pertama, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut,” tandas Cholil.
Rekomendasi kedua, tidak memberikan izin untuk memperdagangkan, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut.
“Jelas sudah hingga di sini, saya secara pribadi dan juga menurut Fatwa MUI ini kita menolak terhadap investasi miras, meskipun di lokalisir menjadi 4 provinsi saja,” katanya.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Syaratnya, investasi hanya dilakukan di empat provinsi. Empat provinsi tersebut di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal setempat.
Meminta Pemerintah mencabut Perpres Investasi Miras. Pasalnya, turan ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. “Saya kira harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat, ” katanya.
Untung dari sisi investasi, namun mudhorotnya untuk masa depan umat, bahkan Papua saja menolak. “Mungkin untungnya investasi iya, tapi mudhorotnya untuk masa depan umat, bahkan Papua sendiri menolak, ” ungkapnya.
Minol dan miras tak sekedar persoalan karena Islam, tapi soal bangsa, soal kemanusiaan karena jelas ini merusak terhadap akal.
“Pada saat yang sama, kita dihadapkan dalam persaingan global terkait sumber daya manusia. Jelas dengan miras akan meracuni otak, merusak terhadap generasi di masa mendatang,” tutur Cholil.[/1]