Poros Gondangdia dan Poros Teuku Umar, Pertanda Apa?

Sabtu, 27 Juli 2019

mega-prabowo2

rakyat.co – Dua poros tengah ‘adu kekuatan’, Gondangdia dan Teuku Umar memunculkan spekulasi adanya ketidakharmonisan dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

Ketua Umum (Ketum) Partai Nasdem Surya Paloh menggagas poros Gondangdia bersama Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa.

Di sisi liannya, ada poros Teuku Umar yakni antara Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto.

Menurut pakar komunikasi politik Universitas Mercu Buana Jakarta Maksimus Ramses Lalongkoe, bahwa ketidakharmonisan atau keretakan itu sangat terlihat. Sebab, pertemuan antara Megawati dengan Prabowo pasti ada deal-deal tertentu di dalamnya.

Terkait soal kemungkinan koalisi jangka panjang pada Pilpres 2024 atau koalisi dalam waktu dekat terkait penyusunan paket pimpinan MPR. Dan hal itu tidak dikehendaki parpol anggota KIK lainnya.

Politisi yang juga ketua Fraksi PKB DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, kalau ada yang mengatakan PDIP main mata dengan Gerindra dalam penyusunan paket pimpinan MPR, hal itu sangat tidak mungkin.

Berbagai pertimbangan yang sulit dipahami untuk keduanya berkoalisi dalam penyusunan paket ketua MPR dengan menjadikan calon dari salah satu parpol sebagai ketua.

“Sangat-sangat tidak mungkin. Alasannya ya PDIP dan semua parpol KIK, dan juga Presiden pasti sudah punya hitungan-hitungan lebih jauh kalau membuat paket-paket seperti itu ada risiko-risiko yang harus diperhatikan,” ujar Cucun ditemui di Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Bagi anggota DPR yang kembali terpilih untuk periode 2019-2024 ini mengatakan, dalam politik harus dibaca stabilitas yang lebih jauh lima tahun ke depan.

Sangat tidak mungkin kalau ada paket Gerindra dan PDIP dengan menjadikan calon Gerindra sebagai ketua MPR. Bagaimana jika kerja sama kedua parpol tersebut mengusung calon ketua MPR dari PDIP? Cucun mengatakan kemungkinan tersebut juga sulit dipahami.

Sebagai parpol pemenang pemilu, berdasarkan UU MD3, PDIP secara otomatis telah mendapatkan jatah kursi ketua DPR. Di sisi lain, PDIP juga membutuhkan dukungan dari parpol KIK lainnya.

Gerindra juga pasti akan berhitung ketika hendak meninggalkan kawan koalisinya seperti PAN, PKS dan Demokrat yang telah mendukung dalam Pilpres 2019 lalu. Termasuk berhitung kemungkinan bakal kehilangan suara pada Pemilu 2024 mendatang.

“Jika Gerindra bergabung dengan satu perjanjian power sharing di kabinet, pasti itu ada catatan-catatan khusus, dan pasti tidak emegang top leader seperti ketua MPR. Koalisi pasti akan tetap memperjuangkan kawan seperjuangan lah,” katanya.

Berbagai pertemuan yang dilakukan para tokoh atau elite-elite parpol saat ini hanya bagian dari upaya musyawarah mufakat sehingga nantinya bisa muncul kesepakatan-kesepakatan di koalisi, baik untuk urusan kabinet maupun paket pimpinan MPR.

“Jadi, saya melihat pertemuan Ibu Megawati dengan Pak Prabowo itu tidak terlalu jauh. Koalisi yang ada masih akan berjalan sebagai mana mestinya, baik antara PDIP dengan PKB, Golkar dengan Nasdem, tidak seperti yang diperdiksi para pengamat yang melihat ada keretakan. Saya punya keyakinan pasti nanti ada solusi terbaik,” pungkasnya.[/5]