RAKYAT.CO – Indeks inovasi dan teknologi dari Riset and Development (RnD) Indonesia saat ini berada pada peringkat 70-an level dunia.
Hal itu terjadi salah satu penyebabnya dana riset yang masih jauh dari kebutuhan riset, terlebih jika dibandingkan dengan negara Malaysia dan Vietnam.
“Dana riset dan development Indonesia masih rendah. Tidak heran, dari indeks inovasi dan teknologi kita tadi masih berada diranking 70-an dan tertinggal dibandingkan Malaysia dan Vietnam,” ujar Direktur Program Indef, Eshter Sri Astuti dalam diskusi online di Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Dana RnD Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Singapura, Jepang dan Korea. Dana riset Indonesia hanya 0,24 persen dari PDB.
“Padahal di Malaysia dan Thailand relatif lebih banyak. Singapura sadar betul RnD dan inovasi sangat penting bagi kemajuan negaranya,” ungkap Eshter.
Sebenarnya, pemerintah sangat menyadari pentingnya inovasi melalui riset. Pasalnya, riset dan inovasi menjadi salah satu pendongkrak pertumbuhan ekonomi.
“Inovasi sangat penting, sebab dampaknya kalau kita lihat dari teori pertumbuhan salah satunya adanya labor, capital dan technologi itu komponen yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.
Jika pembangunan labor atau SDM bagus, kualitas SDM kemudian bagus. Terlebih didukung oleh modal dan teknologi yang memadai secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dana RnD sangat mendukung kalau dialokasikan lebih besar, artinya jika pemerintah mendorong riset dan pengembangan inovasi maka dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Semakin besar alokasi dana RnD maka itu sangat positif bagi ekonomi,” katanya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta PT Pertamina (Persero) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menambah kucuran dana riset untuk pengembangan industri katalis minyak nabati.
Pertamina saat ini membutuhkan 50 katalis, namun hanya tiga katalis yang diproduksi dalam negeri sementara sisanya masih harus dari hasil impor.
“Kita punya kemampuan produksi katalis. Kita tindaklanjuti dalam ratas khusus dan ingin bisa produksi dengan bahan produksi sendiri,” ungkap Presiden dalam Rakornas Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasionas di Tangerang Selatan, Kamis (30/1/2020).
Pada kesempatan itu, Presiden sempat berbincang dengan Kepala Tim Riset Katalis dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Subagjo. Kepada Jokowi, Subagjo menceritakam selama ini Pertamina memberikan bantuan berupa alat seharga Rp8 miliar.
BPDPKS memberikan dana riset sebanyak Rp35 miliar. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai dana riset dari Pertamina dan BPDPKS sangatlah kecil.
“Dari Pertamina bukan bantuan dan Rp 8 miliar itu kecil, juga dana sawit itu juga kecil. Dana sawit mendekat Rp 35 triliun, untuk apa disimpan saja,” katanya.[/7]