Solidaritas Kematian Floyd, Eropa Diguncang Aksi “Kami Tak Bisa Bernapas”

Senin, 8 Juni 2020

Ribuan warga gelar aksi solidaritas atas kematian Floyd

RAKYAT – Negara-negara di benua biru menggelar aksi solidaritas dengan menyerukan keadilan rasial dipicu oleh kematian warga kulit hitam Afro-Amerika, George Floyd di tangan polisi AS.

Viral video insiden ketika Floyd memohon tidak disiksa di Minneapolis oleh polisi kulit putih yang berlutut di lehernya, memantik kemarahan di seluruh dunia sekalipun penyebaran wabah Covid-19 menuntut pertemuan besar dilarang.

Tak pelak, ribuan orang berkumpul di luar Kedutaan Besar AS di Madrid dan berteriak, “Aku tidak bisa bernapas” yang merupakan kata-kata terakhir Floyd sebelum meninggal dunia.

“Rasisme tidak mengenal batas,” ujar Leinisa Seemdo, seorang penerjemah Spanyol 26 tahun dari Cape Verde seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Senin (8/6/2020).

“Di semua negara tempat saya tinggal, saya mengalami diskriminasi karena warna kulit saya.” Teriakan “Kami tidak bisa bernapas” bergema di mana-mana.

“Sangat sulit untuk tinggal di sini,” ungkap migran Senegal, Morikeba Samate, 32, salah satu dari ribuan yang telah tiba di Italia setelah mengambil risiko menyeberangi Mediterania yang berbahaya.

Usai kematian Floyd bulan lalu memantik kerusuhan sipil paling serius dan meluas di Amerika Serikat sejak Martin Luther King dibunuh pada 1968.

Petugas polisi pelaku penyiksaan, Derek Chauvin didakwa dengan pembunuhan tingkat dua sementara tiga rekan petugas menghadapi dakwaan lebih rendah. Lebih dari 1.000 orang pemrotes juga berkumpul di di dekat kedutaan besar AS di Budapest.

Penyanyi reggae Hungaria, G Ras mengatakan kepada para pengunjuk rasa: “Jika kita ingin hidup di dunia yang lebih baik, kita perlu secara radikal mengubah cara hidup kita.”

Di Belanda, hampir 4.000 orang menghadiri dua acara serupa. Hal yang sama juga terjadi di Inggris ketika ribuan orang turun ke jalan.

Artis hip-hop Stormzy bergabung dengan pengunjuk rasa di London. Beberapa demonstran terlihat bentrok dengan polisi di dekat Downing Street.

Di Bristol, sebuah kota yang terhubung dengan perdagangan budak, patung warga kulit Edward Colston dirobohkan dan dibuang ke pelabuhan. Patung itu melambangkan perdagangan budak.

Di Ibu Kota Skotlandia, Edinburgh, penyanyi Lewis Capaldi termasuk di antara mereka yang Ikut demo. Di Lausanne, Swiss, demonstran berpakaian hitam bertuliskan “warna saya bukan ancaman”, sementara hampir 10.000 orang berbaris di Brussels, kata polisi.

“Pembunuhan George Floyd jelas membangunkan banyak orang,” komentar Ange Kaze dari Belgia. Bahkan, beberapa bentrokan pecah di Brussels, tetapi demonstrasi oleh 15.000 orang di Kopenhagen berakhir damai.[/2]