rakyat.co – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin telah kembalikan uang Rp 10 juta kepada KPK. Namun, tak otomatis menghilangkan dugaan tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama TA 2018-2019.
Para penyidik komisi antirasuah tetap akan menyidik keterlibatan politikus PPP itu dalam perkara yang menjerat Romahurmuziy (Romy) pesakitan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan bahwa KPK tengah fokus menelusuri temuan uang senilai Rp 180 juta dan US$ 30 ribu di laci ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim saat penggeledahan beberapa waktu lalu.
Melalui pemeriksaan, Rabu (8/5/2019), penyidik mengonfirmasi Menteri Lukman terkait asal-usul uang tersebut karena diduga berasal dari pejabat Kemenag yang dipromosikan jabatan bersama Romy.
“Betul, kami fokus mendalami temuan uang di laci kerja saksi (Menteri Agama), termasuk dugaan pemberian gratifikasi Rp 10 juta,” ungkapnya.
Sebelumnya, KPK menyebut Menteri Agama Lukman Hakim menerima Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Penerimaan itu usai Haris dilantik sebagai Kakanwil Jatim pada 9 Maret 2019. Ini berkaitan dengan peran Romy yang ikut membantu proses seleksi jabatan tersebut. Bukan mustahil, Romy punya kendali di Kemenag terkait seleksi jabatan ini.
Dugaan seleksi jabatan ini terjadi lantaran Menteri Agama Lukman Hakim satu partai politik (parpol) dengan Romy dan di bawah naungannya.
Posisi Romy sebagai Ketua Umum PPP cenderung kuat dalam memengaruhi Menteri Lukman, sehingga mengistimewakan salah satu orang (pejabat) di Kemenag. Penyidik menduga Rp 10 juta diberikan kepada Menag sepekan setelah OTT Romy berlangsung.
“Semua rangkaian ini tetap masuk berita acara pemeriksaan (BAP). Penyidik juga mengonfirmasi kewenangan Lukman Hakim sebagai menteri, terutama terkait proses seleksi jabatan kepala kantor wilayah,” ujar Febri.
Menteri Lukman enggan terbuka perihal materi pemeriksaan. Terkait temuan uang di laci kerjanya, Lukman pun tak bersedia mengurai.
“Soal materi pemeriksaan saya tidak bisa sampaikan. Semua sudah saya jelaskan kepada penyidik. Terkait Rp 10 juta sudah saya kembalikan sekitar sebulan lalu, karena tidak berhak atas uang itu. Saya juga tunjukan tanda bukti laporan,” ungkapnya.
Sebagai warga negara yang baik, Lukman menyatakan menghormati proses hukum yang bergulir di KPK. Kehadirannya kali ini diklaim sebagai iktikad baik guna memenuhi panggilan penyidik meski sebelumnya sempat mangkir.
“Dalam hal ini saya wajib kooperatif dan mendukung penuh seluruh proses penegakan hukum yang berjalan di KPK. Tentunya saya berharap agar perkara ini segera tuntas,” ujarnya.
Komisi antirasuah membidik tiga petinggi di Kemenag yang diduga membantu Romy melancarkan praktik jual-beli jabatan. Penyidik sudah mengantongi identitas calon tersangka baru, termasuk alat bukti permulaan. Sinyal KPK kini menyasar pada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan, dan Karo Kepegawaian Kemenag Ahmadi.
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakir, rangkaian kasus jual-beli jabatan mulai terbuka menyusul fakta gratifikasi yang diterima Menteri Lukman.
KPK patut mendalami uang tersebut apakah direncanakan diberi kepada Menag atau tidak. Jika benar terencana, KPK sebaiknya menetapkan Lukman tersangka. Temuan uang di laci Lukman juga bisa jadi bukti.
“Kita melihat hubungan antara Romy dengan Lukman yang berasal dari partai sama, memungkinkan adanya perjanjian-perjanjian lebih,” ucap Mudzakir.
Hingga kini, KPK baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Romy, Kepala Kantor Kemenag Kab Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kakanwil Kemenag Haris Hasanuddin.
Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga sebagai pemberi suap, sementara Romy penerima. Suap itu sebagai pelicin agar Romy membantu Haris menjadi Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Surabaya, tim petugas KPK menyita total uang Rp 156.758.000. Lalu, petugas curiga, Romy tidak bekerja sendiri. Keabsahan perkara ini sedang digugat Romy lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.[/4]