RAKYAT.CO – Di Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) para ilmuwan kaget dengan temuan studi teranyat yang menyebut bahwa penggundulan hutan di Kalimantan menyebabkan kenaikan suhu hampir satu derajat Celcius dalam.
Dalam 16 tahun terakhir itu pada saat yang sama, dunia baru memanas satu derajat Celcius lebih dari 150 tahun setelah era revolusi industri.
Para peneliti menggunakan informasi citra satelit untuk menentukan berapa banyak tutupan pohon yang hilang di Berau antara tahun 2002 dan 2018.
Kondisi ini disampaikan dalam laporan studi yang diterbitkan di Lancet Planetary Health. Deengan hasil bahwa pembabatan hutan di Kalimantan bisa meningkatkan suhu harian maksimum di Berau hingga 0,95 derajat Celcius antara tahun 2002 dan 2018.
Untuk kenaikan ini disebabkan oleh deforestasi atau pembukaan lahan hutan seluas 4.375 kilometer persegi (1.690 mil persegi) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Berau kehilangan 17 persen tutupan pohon selama periode itu.
Menurut Wolff mengatakan bahwa perubahan semacam itu dalam waktu singkat sangat mengejutkan. “Dunia menghangat sekitar satu derajat dalam lebih dari 150 tahun,” ujar penulis utama Nicholas Wolff dari Nature Conservancy kepada AFP membandingkan dengan peningkatan suhu yang ada di atas tingkat pra-industri.
Kondisi tersebut, kata Wolff, peningkatan suhu di Berau lebih tinggi dari daerah-daerah lain di Indonesia yang relatif lebih stabil dalam 16 tahun terakhir.
“Berbagai hutan ini hilang dalam seminggu atau sebulan dan tiba-tiba Anda hanya hidup dalam kenyataan yang jelas sangat berbeda sekali,” katanya.
Studi mengenai efek pemanasan global terhadap kesehatan dan kematian sebagian besar dilakukan terhadap negara-negara maju di utara yang diasumsikan sebagai studi global.
“Jadi, hanya sedikit penelitian melihat bagaimana dampak pemanasan global kepada mereka yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan yang paling sedikit bertanggung jawab,” terang Wolff.
Juga, faktor deforestasi menyebabkan kenaikan suhu global juga sekaligus membuat peningkatan kematian para pekerja di wilayah yang rentan.
“Terjadi peningkatan panas dari deforestasi dan perubahan iklim membunuh pekerja di negara-negara hutan tropis dan menurunkan keamanan bekerja,” ungkap Wolff.
Dampak dari kenaikan suhu membuat waktu aman bekerja di luar ruangan berkurang 20 menit per hari. Penurunan keamanan bekerja di luar ruangan ini memicu perkiraan peningkatan 104 kematian.
Dengan pemodelan iklim, studi ini memproyeksikan di bawah skenario peningkatan suhu 3 derajat Celcius dari suhu di era pra-industri (atau penambahan 2 derajat Celcius pada 2018), maka angka kematian dapat meningkat sekitar 260 per tahun.
Indonesia merupakan hutan hujan terbesar ketiga di dunia yang kendati deforestasi telah melambat secara nyata sejak 2015, namun saat ekonomi masih digerakkan oleh pertanian, sektor kayu, dan pertambangan, maka berarti potensi penebangan hutan masih terjadi.
Global Forest Watch pada 2001, menyatakan bahwa Indonesia memiliki 93,8 juta hektar (230 juta hektar) hutan primer, yakni hutan purba yang sebagian besar tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Besaran hutan purba itu bahkan disebut sama dengan luas area Mesir.
Pada 2020, area itu telah berkurang sekitar 10 persen, masih menurut Wolff, hutan merupakan penyejuk udara alami.
“Hutan mungkin adalah pilihan terbaik untuk beradaptasi dengan perubahan iklim di negara-negara ini. Namun, pilihan lebih penting untuk mempertahankan apa yang tersisa. Membangun kembali kawasan yang terdeforestasi adalah pilihan penting,” tandasnya.[/2]