Dampak Kerusuhan di Kazakhstan Jenazah Geletakan di Jalanan
RAKYAT.CO – Para korban jiwa berjatuhan dalam kerusuhan di Kazakhstan beberapa waktu lalu. Di kota Almaty, banyak jenazah yang penuh dengan peluru tergeletak di jalanan Kazakhstan.
Menurut jurnalis anonim melaporkan di kota itu berkali-kali dipenuhi dengan tembakan. Selain itu, internet yang mati membuat mesin ATM rusak dan setidaknya ada satu toko senjata yang dijarah seperti dikutip dari CNN.
Jurnalis ini mengatakan pemerintah Kazakhstan berhasil menguasai wilayah Almaty yang berada dekat kediaman presiden dan kantor gubernur. Tiga pos pemeriksaan militer juga telah dibangun.
Jika ada orang yang pergi mendekati pos pemeriksaan, pasukan militer akan menembakkan peluru ke udara. Meski demikian, tak jelas peluru yang ditembakkan merupakan peluru tajam atau peluru karet.
Pada Jumat (7/1), Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengklaim kerusuhan yang terjadi di negaranya dilatarbelakangi oleh ‘bandit teroris’ dari luar dan dalam negeri.
Dalam pidatonya, Tokayev terlihat berusaha menampilkan narasi dalang kerusuhan adalah terorisme. ‘Teroris’ ini, kata Tokayev, ‘terlatih melakukan sabotase ideologi, menggunakan informasi salah secara terampil, dan mampu memanipulasi hati masyarakat.’
Namun, beberapa demonstran membantah tuduhan Tokayev ini. “Kami bukan preman atau teroris. Satu-satunya yang berkembang di sini adalah korupsi,” kata salah satu perempuan.
Salah satu pria juga mengatakan bahwa demonstran ingin mengetahui kebenaran. “Pemerintah kaya, tetapi semua orang di sini memiliki pinjaman yang harus dibayar. Kami merasa sedih, dan kami ingin membagikan rasa itu,” katanya.
Para demonstran merupakan tantangan terbesar pemerintah Kazakhstan, yang diperintah oleh autokrat.
Pada awalnya, demonstrasi dimulai atas kemarahan publik karena kenaikan harga bahan bakar. Beberapa pakar menilai kemarahan ini menjalar hingga ke perilaku korup pemerintah, standar kehidupan, kemiskinan, dan pengangguran di negara itu.
“Pemerintahan benar-benar lepas atas kenyataan yang terjadi di lapangan. Ini adalah negara tanpa institusi untuk memberikan protes, satu-satunya cara adalah dengan turun ke jalan,” kata pengamat Paul Stronski dari Carnegie Endowment for International Peace.
Amnesty International menilai protes ini merupakan konsekuensi atas penekanan hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah.
“Bertahun-tahun, pemerintah tanpa henti menganiaya perbedaan pendapat yang muncul secara damai, membuat orang-orang Kazakhstan merasa gelisah dan putus asa,” ujar Direktur Amnesty International untuk Eropa Timur dan Asia Tengah, Marie Struthers, dalam sebuah pernyataan.
Dampak protes ini, beberapa orang terbunuh dan ratusan orang terluka. Internet di wilayah itu juga mati. Tokayev sempat meminta bantuan aliansi militer yang diketuai Rusia untuk mengatasi demo ini.[/4]