Tujuh Tahun Sebelum Meninggal, Hawking Bicara Soal Surga?

Selasa, 20 Desember 2022

Stephen Hawking

RAKYAT.CO – Sanf Fisikawan Stephen Hawking bicara soal surga dan kehidupan setelah kematian alias akhirat. Sudut pandang sains lebih digunakannya ketimbang keimanan yang disampaikan tujuh tahun sebelum kepergiannya.

Hawking meninggal pada 2018 di usia 76 tahun setelah didiagnosis mengalami penyakit saraf amyotrophic lateral sclerosis yang membuat penurunan kondisi otot sejak usia 21 tahun.

“Saya hidup dengan kemungkinan kematian dini selama 49 tahun terakhir,” ucap dia, dalam wawancara dengan The Guardian, 2011. “Saya tidak takut mati, tapi saya tidak buru-buru untuk meninggal. Ada banyak hal yang ingin saya lakukan terlebih dahulu.”

Terkait hal itu, Hawking memiliki pandangan pragmatis tentang apa yang terjadi pada otak dan tubuh setelah kematian.

“Saya menganggap otak sebagai komputer yang akan berhenti bekerja saat komponennya rusak,” katanya menganalogikan. “Tidak ada surga atau akhirat untuk komputer yang rusak; itu (akhirat) adalah dongeng bagi orang-orang yang takut akan kegelapan,” katanya.

Komentar Hawking ini melampaui pernyataan dalam bukunya The Grand Design (2010). Bahwa, dia menyebut tidak perlu pencipta untuk menjelaskan keberadaan alam semesta.

Melalui buku yang memicu reaksi keras dari beberapa pemuka agama, contohnya kepala rabi Lord Sacks yang menuduh Hawking melakukan “kekeliruan dasar” logika.

Dalam bukunya A Brief History of Time (1988), Hawking sempat menjelaskan makna theory of everything (teori segala hal) – sebuah kumpulan persamaan yang menjelaskan setiap partikel dan gaya di seluruh alam semesta.

“Teori itu akan menjadi kemenangan akhir bagi akal manusia, untuk itu kita harus mengetahui pikiran Tuhan,” tulis dia, yang berambisi menyatukan teori relativitas umum dan mekanika kuantum ini.

Dalam wawancara terpisah dengan media Spanyol El Mundo, Hawking menegaskan dirinya adalah seorang ateis.

“Sebelum kita memahami sains, wajar untuk percaya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta. Namun sekarang sains menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan,” ucapnya.

“Namun, yang saya maksud dengan [pernyataan] ‘kita akan mengetahui pikiran Tuhan’ adalah, kita akan mengetahui segala sesuatu yang akan diketahui Tuhan, jika Tuhan itu ada, yang tidak ada. Saya seorang ateis,” cetus dia.

Ahli Astrofisika asal Amerika Serikat (AS) Ethan Siegel menyebut sains memang belum bisa membuktikan keberadaan Tuhan. Namun, sains juga tidak bisa membuktikan Tuhan tidak ada.

“Jika Anda mengklaim bahwa Tuhan Anda hidup di awan, Anda dapat menyangkal Tuhan itu hanya dengan mengamati awan. Jika Anda mengklaim bahwa Tuhan hidup di alam semesta kita, Anda dapat menyangkal Tuhan itu dengan mengamati seluruh alam semesta,” dikutip dari Forbes.

“Tetapi jika Tuhan Anda ada dalam dimensi ekstra, sebelum inflasi kosmik, atau di luar ruang dan waktu sama sekali, tidak ada pembuktian atau sanggahan yang mungkin,” lanjut dia.[/7]