Aksi Solidaritas di Selandia Baru Diikuti 15 Ribu Orang

Jumat, 22 Maret 2019
aksi-solidaritas-selandia-baru
aksi-solidaritas-selandia-baru

rakyat.co – Kamis (21/3/2019), sebanyak 15 ribu warga menggelar aksi solidaritas di Dunedin, Selandia Baru. Di kota yang menjadi tempat tinggal pelaku teror di dua masjid Kota Christchurch, pekan lalu, yang menewaskan 50 umat Muslim, termasuk warga negara Indonesia.

Mereka berjalan tanpa suara menuju sebuah stadion rugby di kota tersebut, lantas memanjatkan doa bersama-sama untuk menghormati para korban. Pemerintah Selandia Baru memastikan semua korban teridentifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan.

Selain aksi solidaritas, juga digelar prosesi pemakaman di Christchurch yang dihadiri ratusan orang pelayat. Jenazah WNI Muhammad Abdul Hamid alias Lilik Abdul Hamid turut dimakamkan di Christchurch.

Dua tahun terakhir, pelaku teror seorang radikal sayap kanan bernama Brenton Tarrant dari Australia. Lelaki berusia 28 tahun itu bermukim di Dunedin. Juga, di situ ia merancang dan mempersiapkan penembakan di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood, keduanya di Kota Christchurch berjarak 350 km ke utara.

Pelaku memanfaatkan lunaknya hukum kepemilikan senjata api, ia membeli beberapa pucuk senpi semiotomatis  standar militer dan menghabisi jamaah shalat Jumat, pekan lalu.

Laporan Otago Daily Times bahwa aksi diam dimulai di Universitas Otago, sekitar 20 menit jalan kaki menuju Stadion Forsyth Barr. Ribuan orang bergabung selama perjalanan, termasuk kelompok etnis Maori dan warga
Muslim.

Bahkan, Wali Kota Dunedin Dave Cull menyerukan kepada seluruh rakyat Selandia Baru untuk terus mendukung keluarga korban dalam bentuk apa pun.

“Untuk saudara kami umat Muslim, Anda merupakan bagian berharga bagi kami, dan kami selalu merangkul Anda,” imbaunya.

Pada hari yang sama, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan, aturan baru berupa pelarangan kepemilikan senjata semiotomatis untuk warga sipil.

Pembelian mencakup senapan serbu standar militer dan senapan dengan magasin berkapasitas besar. Semua pemilik senjata sejenis harus mengembalikannya ke negara-dibeli oleh negara.

Dengan aturan baru tersebut yang berlaku efektif 11 April. Bagi pelanggar akan diancam denda NZ$ 4.000 (Rp 39 juta) dan penjara tiga tahun.

“Ini merupakan sejarah negeri ini berubah drastis. Hukum kita harus berubah pula. Langkah ini harus ditempuh agar kejadian serupa tidak terulang lagi,” tandasnya.

PM Ardern menjanjikan ada seremoni peringatan tragedi ini secara nasional, berupa azan shalat Jumat yang disiarkan secara nasional dan hening cipta selama 2 menit. Namun, tanggalnya belum ditentukan.[*/3]