RAKYAT.CO – Ekonom senior, Faisal Basri mengritik keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 3 Tahun 2021, tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula untuk Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Diduga ada kekuatan besar mendorong dikeluarkannya Permenperin No.3/2021 yang sangat merugikan industri dalam negeri, khususnya industri makanan minuman (mamin) dan UMKM di Jawa Timur (Jatim).
“Kita menghadapi kekuatan besar dan Jawa Timur paling dirugikan, karena otomatis tidak bisa bersaing. Industri Mamin di Jawa Timur begitu penting. Bapak-Ibu harus menuntut haknya, tidak bisa dibiarkan seperti ini,” ujar Faisal Basri dalam webinar yang digelar di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Secara teoritis Jawa Timur merupakan basis industri terbesar kedua setelah Jawa Barat. Jadi semestinya pemerintah menjaga dan mendorong pertumbuhan industri di Jawa Timur. Semestinya, pemerintah lebih berpihak kepada pelaku-pelaku usaha mikro, bukan malah mendukung praktek oligopoli.
“Jelas ini diuntungkan para pengusaha besar. Sementara, triliunan dari keuntungan para pengusaha itu hanya dibagi ke 11 importir,” katanya.
Permenperin ini selain membuka peluang rembesan dengan dihilangkannya pelaporan perubahan pelabuhan dan kontrak jual beli antara gula rafinasi dengan industri mamin, juga mencederai semangat investasi dan menekan daya saing industri mamin.
Menurut pria kelahiran Bandung ini mengapresiasi kepada seluruh stakeholders di Jawa Timur yang sudah bergerak menyuarakan protes atas keluarnya Permenperin No.3/2021 ini.
“Ini fenomena baru pertama kali terjadi di negeri ini. Usai berpuluh tahun harga gula mahal tapi tidak ada yang teriak, tidak ada yang demo. Ini sudah benar. Seluruh stakeholders Jawa Timur bergerak,” tandasnya.
Sebelumnya, pelaku industri di Jatim mengeluhkan, karena pemerintah mengizinkan perusahaan gula kristal rafinasi yang memiliki izin usaha industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010 melakukan importasi gula mentah impor.
Dengan peraturan itu, dinilai membuat pabrik gula rafinasi di Jawa Timur tidak bisa memasok industri mamin karena ketidaktersediaan bahan baku gula mentah.
Juga, industri mamin di Jawa Timur terpaksa membeli gula rafinasi pada pabrik-pabrik gula rafinasi yang berlokasi di luar Jawa Timur, seperti Banten, Makassar, Lampung, dan Medan dengan biaya tinggi.[/3]