RAKYAT.CO – Keweangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dianggap kurang kuat untuk mengawasi hingga menindak kejahatan di dunia maya, sehingga memerlukan undang-undang khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“BSSN tidak memiliki kekuatan payung hukum untuk menindak kejahatan siber dan dampaknya tindakan yang diambil cenderung normatif, ” ujar Guru besar ilmu politik dan keamanan pada Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Muradi Ph.D dalam dialog virtual Kebocoran Data dan Urgensi Omnibuslaw Eletronik, Selasa (14/9/2021).
Kondisi ini menyebabkan rekomendasi BSSN tidak menjadi solusi atas keamanan siber di Indonesia, maka perlu adanya legal standing yang jelas atas lembaga BSSN tersebut.
RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi payung hukum tepat sebagai dasar hukum menindak kejahatan siber. “Perlindungan harus dipertajam mengingat tantangan sangat banyak dan kesiapan SDM yang belum mumpuni,” ujarnya.
Ke depan, BSSN, mempunyai tanggung jawab strategi nasional berupa regulasi, tata Kelola, kesiapsiagaan, industri keamanan siber, diplomasi siber, serta budaya keamanan siber.
Anton Setiawan, Juru Bicara BSSN membenarkan kondisi keamanan siber Indonesia saat ini rentan dan BSSN menjalankan fungsi pengawasan tetapi perlu diperkuat sebagai lembaga yang mampu melakukan penindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
“Beberapa waktu lalu muncul wacana omnibus law bidang elektronik dengan urgensi hadirnya BSSN sebagai koordinator mencakup ancaman negara dan non-negara, upaya paksa dan jera terkait instansi terkait dan melindungi warga negara, diplomasi siber, kejahatan siber, industri keamanan siber,” tandas Anton.[/1]