RAKYAT.CO – Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal keberadaan Front Pembela Islam (FPI) dikritisi oleh Pakar Hukum Pidana Dr Muhammad Taufiq.
Pada 30 Desember 2020, Mahfud MD mengatakan bahwa FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas.
“Jelas, ini Mahfud MD ini suka bikin blunder. Katanya, sejak 2019 FPI itu ilegal. Pertanyaannya berarti enam orang yang ditembak mati di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek itu warga negara Indonesia yang bukan anggota FPI,” ungkap Taufik dalam kanal Bravos Radio Indonesia di YouTube.
Sehingga, kata Taufiq, semakin menunjukkan perbuatan negara membunuh orang di jalan tol itu masuk kategori extra ordinary crime. Itu dalam HAM adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. “Tidak perlu berputar-putar kayak Pak Mahfud, sebab semua yang melawan hukum itu melanggar HAM,” tegasnya.
Kejahatan HAM itu cuma dua yakni pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM luar biasa. Untuk kasus pembunuhan laskar FPI adalah extra ordinary crime, berarti crime human dignity adalah pelanggaran HAM yang luar biasa. “Jadi tidak usah muter-muter ke mana-mana,” ucapnya.
Diduga proses penangkapan anggota FPI ini akan terus berlangsung dan bagaimana dengan mereka yang ditahan? Taufik menilai semakin tidak karuan, karena mereka ditahan sebagai apa?
“Katanya FPI ilegal tetapi kenapa baru kemarin Rabu (30/12/2020) diumumkan?. Masa 2019 mereka dianggap sudah bubar tetapi ditangkapinya Desember 2020, ” katanya.
Menurut Taufiq, bahwa mereka warga negara yang tidak bersalah. “Ini konyol, ngaco dan sama sekali tidak menghormati hukum,” tegasnya.
Pembubaran FPI ada kaitannya dengan kekalahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Pemerintah yang dinilai sudah kebelet karena dirongrong oleh kelompok tertentu mendesak agar FPI segera dibubarkan.
“Sebagai balasan karena FPI saat Pilkada DKI memberikan dukungan kepada pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Ini sangat kacau. Itu undang-undang kan mereka yang buat, tetapi mereka tabrak sendiri karena marah karena nalar sehatnya sudah tidak dipakai lagi,” kritik Taufiq.[1]