rakyat.co – Rencana pemerintah yang akan mengimpor guru bisa mengancam nasionalisme dan menganggu rasa keadilan guru honorer.
“Jelas kami tolak impor guru, selain mengancam kesatuan, nasionalisme, dan perbedaan budaya. Lebih baik angkat para guru honorer ini dan melatih profesionalisme mereka serta meningkatkan kesejahteraan mereka,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rasidi, Ahad (12/5/2019).
Saat ini, kata Unifah, jumlah guru di Indonesia masih sangat banyak, terutama masih banyaknya guru honorer. Namun, mendukung pertukaran guru antara Indonesia dengan negara lain. “Kalau konsepnya pertukaran guru untuk saling melatih, itu tidak apa-apa,” katanya.
Saling berbagi ilmu mengajar antara guru Indonesia dengan guru di luar negeri, ini sangat baik untuk membuat cara mengajar guru lebih baik lalu menghasilkan murid-murid berkualitas pula. Terlebih kesempatan guru yang bisa dikirim ke luar negeri jumlahnya cukup banyak.
“Pada intinya pertukaran guru ini, para guru yang didatangkan dari luar negeri ke sini sebagai tamu untuk memotivasi di kelas, itu bagus. Kalau impor gurunya, ya kamu menolak lah,” tandasnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Puan Maharani, mengungkapkan gagasan mengundang guru dari luar negeri untuk mengajar di Indonesia.
Pernyataan itu menuai kontroversi karena guru dari luar negeri itu dianggap menggantikan peran guru mengajar di kelas.
Diklarifikasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendi, bahwa Menko Puan bukan hendak ‘mengimport’ melainkan ‘mengundang’ guru atau instruktur luar negeri, untuk program Training of Trainersatau ToT.
Kehadiran instruktur luar negeri tidak hanya untuk sekolah tetapi juga untuk lembaga pelatihan yang berada di kementerian lain, misalnya Balai Latihan Kerja atau BLK.[/1]