RAKYAT.CO – Harga inyak dunia naik pada perdagangan Rabu atau Kamis waktu Jakarta, kendati terjadi lonjakan besar dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) usai badai musim dingin di Texas bulan lalu.
Faktor optimisme pemulihan ekonomi global mendukung kenaikan harga minyak. Seperti dikutip dari CNBC, Kamis (11/3/2021), harga minyak mentah Brent naik 38 sen atau 0,56 persen menjadi USD 67,90 per barel.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 43 sen atau 0,67 persen di level USD 64,44 per barel.
Stok minyak mentah AS melonjak 13,8 juta barel minggu lalu, jauh melebihi perkiraan untuk kenaikan 816.000 barel.
Kondisi ini terjadi sebab industri minyak di AS terus merasakan efek dari badai musim dingin pada pertengahan Februari yang menghentikan kegiatan penyulingan dan memaksa produksi minyak ditutup di Texas.
Pendapat para aznalis bahwa produsen minyak tampaknya kembali beraktivitas lebih cepat daripada pabrik penyulingan, sehingga persediaan minyak membengkak.
Produksi minyak mentah naik menjadi 10,9 juta barel per hari, kembali mendekati level sebelum pembekuan produksi. Sementara tingkat pemanfaatan kilang melonjak 13 persen.
Hal itu hanya membuat utilitas produksi naik menjadi 69 persen, masih jauh di bawah rata-rata musiman untuk sepanjang tahun ini.
“Situasi bisa menjadi sedikit angin segar untuk harga minyak karena jumlah produksi datang lebih cepat dari yang diperkirakan,” ujar Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group, Chicago.
Sedangkan, organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan ekonomi global yang dilanda pandemi akan pulih dengan pertumbuhan 5,6 persen tahun ini dan tumbuh 4 persen tahun depan. Perkiraan sebelumnya adalah pertumbuhan 4,2 persen tahun ini.
Selama Oktober lalu, harga minyak terus menguat karena OPEC+,organisasi yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, mempertahankan pembatasan pasokan. Setelah sempat menyentuh USD 70 per barel awal pekan ini, harga minyak mentah Brent telah turun tipis.
Untuk pekan lalu, OPEC+ setuju mempertahankan pengurangan produksi pada bulan April. Menteri Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya dan Rusia menginginkan harga minyak yang adil dan akan melanjutkan kerja sama mereka untuk kelompok OPEC+.[/4]