RAKYAT – Kondisi pandemi tidak menyurutkan kreatifitas, bahkan Trio Harahap merilis single perdana berjudul Rap Ra Rap Ro dan konon trio ini yang pertama di dunia.
“Pertama di dunia dan sepanjang sejarah, saya belum pernah dengar ada Marga Harahap menjadi penyanyi trio,” ucap Diapari Sibatangkayu Harahap, sang pencipta lagu Rap Rap Rap Ro setengah bergurau namun serius, baru-baru ini.
Memang, grup vocal semacam trio tidak banyak ditemui di kalangan penyanyi Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). “Jelas, beda dengan penyanyi-penyanyi dari Tapanuli Utara yang sangat menonjol dengan kelompok penyanyi trio-nya,” ungkap Sibatangkayu.
Klaim sebagai Trio Harahap pertama di dunia, bukan sok-sok-an atau mau menyombongkan diri. “Ini bukan sok-soan sama sekali. Justeru kalimat bermakna satire sekaligus introspeksi bagi musisi dan penyanyi Tabagsel yang masih jauh tertinggal dibanding grup penyanyi lain di Sumatera Utara,” tandasnya.
Trio Harahap diawaki oleh Mora Harahap, Nelwan Harahap, dan Sibatangkayu Harahap yang dalam single ini didukung Trio Boreg, terdiri dari Ruwiana Sekarwati, Ningtyas Siregar dan Santi Ritonga.
“Kenapa ada trio perempuan, karena sejatinya saya ingin lagu bergenre dangdut ini dinyanyikan rame-rame,” ungkap pencipta lagu-lagu Tabagsel ini.
Dengan melibatkan kawan-kawan penyanyi dari Ikatan Keluarga Alumni Pelajar Padangsidimpuan (Ikapada) agar terkesan kolosal. Niat itu terpaksa urungkan mengingat situasi pandemi yang masih berlangsung. “Saya tak mau ambil risiko dengan mengundang kerumunan orang di studio,” tandasnya.
Terkait dengan konten Rap Ra Rap Ro, merupakan ajakan kepada masyarakat Tabagsel khsusunya Padangsidimpuan yang ada di perantauan untuk membangun kampung halaman.
“Kalau di rantau sudah berhasil jangan lupa kampung halaman. Marilah bersama-sama menggalang sinergi membangun tanah kelahiran agar tidak ketinggalan dibanding daerah lain,” tegasnya.
Ketua Dewan Kehormatan Provinsi PWI DKI Jaya ini, jangan pernah lelah mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan.
Terlebih, ajakan itu harus terus disuarakan karena warga Padangsidimpuan yang ada di perantauan
terkesan kurang kompak membantu pembangunan kampung halaman.
“Kalau ada bantuan cenderung dilakukan sendiri-sendiri. Andai saja itu dilakukan bersama maka dampaknya pasti dahsyat. Saya malu dengan perantau sukses dari daerah-daerah lain yang sangat kompak membangun tanah leluhurnya, ” terang Sibatangkayu.
Soal kecintaan Sibatangkayu terhadap tanah kelahirannya, tercermin dari puluhan lagu ciptaannya yang
nyaris semua berbicara tentang kearifan lokal masyarakat Tabagsel.
Mulai dari cerita adat dan budaya, kuliner, daerah tujuan wisata yang menggambarkan keindahan Tabagsel, sampai kritik sosial. “Bahkan lagu kasmaran tetap dibalut dalam kemasan bernuansa Tabagsel atau bisa dilihat di tautan https://www.youtube.com/watch?v=sm3czN7KSxc,” pungkasnya.[/4]