Undang Polemik TWK KPK di Masyarakat, Ketum Muhammadiyah Kasih Saran

Selasa, 1 Juni 2021

Gedung KPK Jakarta

RAKYAT.CO – Polemik di tengah masyarakat, Tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai rangkaian dari proses alih status pegawai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Puncaknya sebanyak 75 pegawai KPK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan, tidak lolos dari tes tersebut.

Saran dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengenai polemik tersebut. “Pertama perlu penguatan KPK oleh seluruh komponen pemerintahan dan komponen bangsa legislatif, eksekutif, yudikatif serta semua institusi negara itu harus mem-backup KPK dan jangan ada kepentingan untuk melemahkannya begitu juga bagi komponen bangsa,” kata Haedar Nashir dalam keterangannya dalam sebuah video, Senin (31/5/2021).

Untuk penguatan, juga perlu dilakukan KPK. Pimpinan dan pegawai KPK harus melakukan segala sesuatunya secara transparan, objektif dan terstandar.

“Para pemimpin KPK harus membawa lembaga ini betul-betul menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang otoritatif, berwibawa, punya integritas dan tentu bisa menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi,” ungkapnya.

Haedar mengajak masyarakat harus bersikap objektif, terbuka dan tidak ada politisasi baik menyangkut KPK maupun persoalan bangsa lainnya. “Karena politisasi akan membuat kita satu sama lain apriori dalam menyelesaikan persoalan,” katanya.

Haedar meminta agar materi-materi dalam TWK tidak lagi dimunculkan baik untuk KPK atau lembaga dan kementerian lain. Hal tersebut dilakukan agar tidak menjadi sumber masalah yang berlarut.

“Agar tidak menjadi sumber permasalahan lagi tapi seraya dengan itu kami juga berharap bahwa ada objektivasi dari nilai-nilai Pancasila, nilai agama dan nilai luhur bangsa di dalam gerakan antikorupsi, sehingga gerakan antikorupsi itu juga punya kekuatan yang bersifat jangka panjang tidak hanya dalam usaha dalam penindakan tapi juga pencegahan,” ungkapnya.

Persoalan Palestina harus menjadi perhatian agar tidak menjadi persoalan yang dapat mencerai beraikan masyarakat bangsa Indonesia.

“Dalam konteks ini maka jangan sampai persoalan KPK, persoalan Palestina dan lain-lain itu kemudian menjadi titik ketika kita menjadi bangsa yang cerai berai,” katanya.

Perlu dialog dan saling menerima masukan dan memperbaiki keadaan agar polemik atau permasalahan lainnya bisa diselesaikan.

“Solusi, menjadi tawaran bagi kita semua agar masalah memang hadir untuk kita selesaikan bukan untuk diperdebatkan apalagi kita politisasi sesuai dengan kepentingan masing-masing,” tandasnya.[/1]